
MALANG (Lenteratoday) -Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko-PMK) RI, Muhadjir Effendy, menanggapi penayangan film "Dirty Vote" yang mencuat di publik sejak 11 Februari lalu.
Muhadjir menilai penayangan film ini pada masa tenang Pilpres dan Pileg 2024 dan tidak sesuai dengan etika.
"Menurut saya, sebetulnya sangat tidak patut ketika kita sudah memasuki minggu tenang tapi film yang punya tendensi, punya motif tertentu dalam kaitannya dengan gelaran Pilpres dan Pileg dalam Pemilu 2024 ini ditayangkan," ujar Muhadjir, ditemui usai menyalurkan hak suaranya di TPS 027 Kota Malang, Rabu (14/2/2024).
Muhadjir menambahkan, walaupun penayangan film dapat mengundang kritik publik, seharusnya hal tersebut dilakukan jauh sebelum masuk ke dalam masa tenang Pilpres yang terhitung mulai 11-13 Februari 2024 lalu.
Ironisnya, sambung Muhadjir, beberapa waktu belakangan juga banyak pihak yang mengkritik etika pemerintah, namun melakukan tindakan yang dianggap tidak etis dengan menayangkan film kontroversial di masa tenang. "
Pemerintahan) Kita kan banyak dikritik soal etikanya. Tetapi ujungnya ada yang mengkritisi tentang etika itu malah melakukan cara-cara dengan tidak etis," tegasnya.
Ia juga menyampaikan rasa kekecewaan terhadap hal-hal yang muncul dan menciptakan kontroversi, termasuk pernyataan yang dapat meresahkan masyarakat.
Muhadjir menegaskan masyarakat perlu mengambil keputusan dengan pikiran yang jernih, dan hal ini tidak dapat terwujud apabila mereka diganggu oleh berbagai isu atau pernyataan yang tidak tepat, terutama di masa tenang Pemilu.
Sebagai informasi, Film 'Dirty Vote' ramai dibicarakan publik sejak pertama kali ditayangkan di Youtube pada 11 Februari lalu. Film berdurasi 117 menit ini menampilkan tiga pakar hukum tata negara yang mengungkap apa yang mereka sebut sebagai kecurangan dalam proses pemilihan presiden tahun 2024.
Materi dalam film ini disajikan oleh 3 pakar, yaitu Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari, merupakan fakta pengadilan, rekam peristiwa dalam rangkaian Pilpres, dan analisis akademis.
Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH