
MALANG (Lenteratoday) - Beberapa perwakilan dari perguruan tinggi di Malang, yakni Universitas Brawijaya (UB) dan Universitas Islam Malang (Unisma), mempertanyakan arah demokrasi Indonesia di akhir kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pernyataan sikap ini muncul seiring dengan ketidakpuasan terhadap proses pemilihan umum (Pemilu) yang dianggap memperlihatkan kearogansian seorang peminpin negara. Kampus-kampus tersebut mengecam situasi demokrasi saat ini dan menyerukan agar lembaga-lembaga negara bertindak untuk kepentingan rakyat Indonesia.
Ketua Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Islam Malang (Unisma), Muhammad Nuruddin, S.Pt, M.P., menyampaikan dalam pernyataan sikap bertajuk "Matinya Demokrasi: Presiden Harus Sadar Diri." Dirinya menyatakan keprihatinan terhadap arogansi yang terlihat dalam perhelatan pesta demokrasi, khususnya pada Pilpres 2024 mendatang.
"Segala sumber daya dan infrastruktur kekuasaan yang seharusnya diarahkan untuk mensejahterakan rakyat, nyatanya digunakan untuk membangun dinasti dan mematikan demokrasi. Rakyat hanya dijadikan sebagai sarana untuk melegit-imasi kekuasaan dan dibodohi dengan narasi-narasi yang tidak mendewa-sakan dalam berdemokrasi," ujar Nuruddin, Sabtu (3/2/2024).
Nuruddin juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu dan memastikan agar demokrasi di Indonesia tidak diambil alih oleh kepentingan oligarki dan dinasti. Dirinya menekankan pentingnya menjalankan Pemilu 2024 dengan prinsip kejujuran, keadilan, dan bebas dari praktek koruptif.
Selain itu menurutnya, IKA Unisma juga mendesak agar Presiden dapat bersikap netral dan kembali fokus pada tugas pokoknya dalam mewujudkan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Kami juga mendesak dan meminta Presiden untuk bersikap netral atau tidak memihak salah satu paslon dalam perhelatan Pemilihan Umum 2024," tegasnya.
Di tempat lain, sikap serupa juga diperlihatkan oleh UB melalui Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) RDM Fakultas Hukum (FH). Meskipun saat ini tengah berada dalam masa libur akademik, hal tersebut tidak menyurutkan aksi beberapa mahasiswa FH UB dalam menyampaikan pernyataan sikap terkait kondisi politik dan demokrasi di Indonesia.
Wakil Presiden (Wapres) BEM FH UB, Azka Rasyad Alfatdi, dengan tegas mengkritisi tindakan Presiden RI, menyatakan kekhawatiran terhadap hilangnya nilai etika seorang pemimpin negara. Menurutnya, upaya Presiden untuk mempertahankan kekuasaannya telah menciptakan keraguan terhadap integritas demokrasi di Indonesia.
"Negara ini nampak terlihat kehilangan komitmennya dalam menegakkan amanat reformasi karena haus akan melanggengkan kekuasaan, melalui cara-cara yang nihil etika. Sebagai kepala negara, seharusnya Presiden dapat bersikap selayaknya negarawan, bukan malah memberikan keberpihakan," ujar Azka.
Lebih lanjut, tuntutan mahasiswa ini juga mencakup seruan agar Presiden menghentikan tindakan yang didasarkan pada kepentingan pribadi, serta menekankan perlunya pemilihan umum tahun 2024 berlangsung tanpa intervensi atau intimidasi. Mahasiswa FH UB juga mendesak pengunduran diri anggota kabinet yang terlibat langsung dalam proses pemilu, serta mempertegas bahwa netralitas aparatur sipil negara (ASN) harus dijaga dengan ketat.
"Aksi kami ini dipantik dosen bahwa mahasiswa akan didukung dan dibantu. Ini menjadi semangat mahasiswa untuk terus mengabdi pada negara. Menunjukkan bahwa negara ini kondisinya sedang tidak baik-baik saja. Minggu depan, kami rencananya akan audiensi dengan para guru besar dan dosen dari FH UB terkait bagaimana sikap FH dalam menanggapi masalah akhir-akhir ini," tukasnya.
Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH