
SURABAYA (Lenteratoday) - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, akan terus mengobarkan perang di Jalur Gaza. Dia mengabaikan hasil tuntutan genosida yang diajukan oleh Afrika Selatan di Mahkamah Internasional di Den Haag.
"Kami akan melanjutkan perang di Jalur Gaza sampai kami mencapai semua tujuan kami. Den Haag dan poros kejahatan tidak akan menghentikan kami," kata Netanyahu kepada wartawan, Sabtu (13/1/2024). Dia juga tidak menyebutkan apa yang dimaksud dengan "poros kejahatan".
Sabtu (13/1/2024) menandai 100 hari perang, yang sejauh ini telah merenggut nyawa lebih dari 23.800 orang di Gaza. Namun, Netanyahu tetap bersikukuh untuk melanjutkan perang sampai tujuannya tercapai.
Tujuan tersebut adalah termasuk pemusnahan kelompok perlawanan Palestina Hamas, pemulangan semua sandera, dan memastikan daerah kantong tersebut tidak menimbulkan ancaman untuk negara di masa depan.
"Untuk mencapai tujuan ini, kami akan mengajukan anggaran besok (hari ini) yang akan menghasilkan lebih banyak dana untuk keamanan," tambah Netanyahu.
Untuk diketahui, Mahkamah Internasional di Den Haag mengadakan sidang publik pada Kamis (11/1/2024) dan Jumat (12/1/2024) sebagai bagian dari permulaan kasus yang diajukan bulan lalu oleh Afrika Selatan terhadap Israel atas dugaan "kejahatan genosida" terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.
Pengadilan diperkirakan akan menentukan langkah selanjutnya dalam beberapa hari mendatang terkait gugatan yang diajukan oleh Afrika Selatan terhadap Israel.
Sementara itu, dalam dalam negeri Israel, unjuk rasa menuntut pembubaran pemerintahan Netanyahu terus berlanjut pada Sabtu (13/1/2024). Ribuan massa menutup jalan utama di Tel Aviv untuk menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan pembebasan tahanan Israel dari Jalur Gaza.
“Pengunjuk rasa yang menyerukan pembubaran Pemerintah Israel yang dipimpin Benjamin Netanyahu dan pembebasan sandera dari Gaza menutup Jalan Ayalon sebagai bagian dari aksi protes mereka,” demikian menurut saluran TV swasta Channel 12.
Menurutnya, penutupan jalan tersebut merupakan langkah yang tak biasa. Penutupan jalan itu bersamaan dengan aksi unjuk rasa ribuan warga di pusat Kota Tel Aviv yang menuntut pembebasan sandera yang ditahan di Gaza, menurut Channel 12.
Ratusan orang juga dikabarkan berdemonstrasi di Kota Haifa. Mereka menuntut pengunduran segera pemerintah Netanyahu yang dianggap gagal mengendalikan perang di Gaza.
Aksi itu terjadi ketika sayap bersenjata Hamas Brigade Al-Qassam pada Sabtu 13/1/2024) mengumumkan bahwa mereka hilang kontak dengan kelompok yang menyandera empat warga Israel yang ditahan di Gaza sejak 2014.
Hamas menghubungkan negosiasi pembebasan sandera Israel dengan “penghentian perang total di Jalur Gaza”, satu tuntutan yang kerap ditolak Israel, menyatakan “pemahamannya tentang jeda kemanusiaan sementara.”
Mesir dan Qatar bersama Amerika Serikat mempelopori upaya pencapaian jeda kemanusiaan sementara kedua di Gaza.
Sebelumnya jeda kemanusiaan pertama telah disepakati pada November dan menghasilkan pembebasan 105 tawanan, termasuk 81 warga Israel, 23 warga negara Thailand dan satu warga negara Filipina.
Sebanyak 240 tahanan Palestina juga dibebaskan Israel berdasarkan kesepakatan tersebut. Pada 7 Oktober Hamas meluncurkan serangan terhadap pemukiman Israel di dekat Gaza yang menyebabkan 1.200 orang Israel tewas dan 5.431 orang lainnya terluka serta penangkapan 239 sandera.
Israel memperkirakan bahwa “137 sandera masih ditahan di Jalur Gaza,” menurut laporan media dan pernyataan pejabat Israel. (*)
Sumber : Antara | Editor : Lutfiyu Handi