
SURABAYA (Lenteratoday) - Komisi B DPRD Kota Surabaya menyelenggarakan rapat dengar pendapat atas aduan warga Embong Kenongo terhadap usaha Go Listya yang dinilai mengganggu lingkungan. Rapat ini digelar Senin (27/11/2023) di Ruang Komisi B DPRD Kota Surabaya.
Sebelum rapat ini digelar, Komisi B telah melakukan sidak ke tempat produksi UMKM milik Go Listya yang membidangi pembuatan perhiasan tersebut.
Dalam sidak Komisi B menemukan adanya kesalahan perizinan dari UMKM ini. Diketahui, UMKM milik Go Listya benar memiliki surat perizinan lengkap mulai Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Nomor Induk Berusaha (NIB), hingga Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL). Namun ada ketidaksesuaian antara IMB dan NIB. Karena IMB menunjukkan tempat tinggal dan usaha, namun NIB menunjukkan untuk industri.
Komisi B mengatakan, peruntukan salah satu dari IMB atau NIB tersebut harus diganti. Mengingat usaha Go Listya bukan berada di kawasan industri, maka peruntukan industri tak boleh digunakan.
"Maka jelas bahwa penempatan usaha, kegiatan usaha yang ada di lokasi tersebut adalah tidak sesuai dengan NIB. Maka saran kami adalah segera diurus untuk legalitas surat-suratnya agar sesuai. Karena bagaimanapun juga penempatan dari lokasi industri itu harus mengikuti dari aturan yang ada," tegas John Thamrun, anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya.
Dalam rapat ini, Komisi B meminta pihak Go Listya untuk menutup sementara dan mengganti legalitas yang salah tersebut agar tak menyalahi aturan. Namun lagi-lagi Joni mengelak. Ia merasa klient nya membayar pajak, dan harus memikirkan 20 karyawan.
Menurutkuasa hukum Go Listya Joni Irwansyah, saat sidak tersebut Komisi B melihat rumah produksi UMKM Go Listya tak melanggar apapun yang mengganggu lingkungan. Bahkan RT setempat juga merasa baik-baik saja akan adanya usaha yang telah berjalan puluhan tahun tersebut.
"Ini adalah cuman laporan oknum LSM yang mencari-cari, yang dulu tanda kutip pernah diopeni sama klient kita, tapi karena yang LSM ini dianggap beban, akhirnya nggak diopeni, dan melakukan ini," ungkap Joni.

Joni menganggap adanya persepsi lain dari Komisi B, yang mengatakan bahwa peruntukan antara usaha dengan industri itu berbeda. Sedang ia berkaca dari Undang-Undang Omnibuslaw, apabila suatu usaha telah mendapatkan NIB, maka baik industri maupun usaha lainnya itu sama saja.
"Apalagi untuk industri skala kecil, mikro, sesuai Nomor Induk Berusaha itu adalah mikro. Itu tidak harus di kawasan industri, itu salah 1 pengecualian," ungkapnya.
Ia juga berkaca melalui Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2001 yang mengatakan bahwa pengecualian industri tidak harus di kawasan industri itu dibenarkan, sepanjang industri tersebut adalah industri mikro dan tidak berdampak pada lingkungan yang serius. Dan usaha Go Listya masuk dalam kriteria itu.
"Kalau dihentikan, siapa yang mau menanggung? Harus dipertimbangkan dong. Kalau bagi pengusaha mungkin nggak masalah, tapi karyawan, bagaimana kalau dihentikan?" ungkap Joni.
Namun John Thamrun tetap menegaskan bahwa saat melakukan usaha industri di lokasi yang tidak pada tempatnya dan itu melanggar dari aturan, maka itu harus ditertibkan, terlepas dari UKL-UPL yang sudah dimiliki. Namun kegiatan industri harus dilaksanakan pada lokasi atau tempat sesuai dengan aturan yang ada.
"Sanksinya penutupan," tegas John saat ditanya sanksi jika tetap melanggar.
Reporter: Jannatul Firdaus|Editor: Arifin BH