20 April 2025

Get In Touch

Soal Konflik Israel-Hamas, PBB Tolak Resolusi dari Rusia

Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward dan Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield memberikan suara menentang resolusi yang diajukan Rusia dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB mengenai konflik antara Israel dan Hamas di markas besar PBB.(reute
Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward dan Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield memberikan suara menentang resolusi yang diajukan Rusia dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB mengenai konflik antara Israel dan Hamas di markas besar PBB.(reute

JAKARTA (Lenteratoday)-Dewan Keamanan (UN Security Council/UNSC) pada Senin (16/10/2023) menolak resolusi  yang diajukan Rusia. Menurut situs web resmi PBB, terlepas dari penolakan mengecam Hamas atas serangannya yang menewaskan lebih dari 1.400 orang, resolusi dari Rusia juga menyerukan gencatan senjata, pembebasan seluruh sandera, dan penyediaan akses ke koridor kemanusiaan untuk warga Gaza.

Di sisi lain, para diplomat mengatakan resolusi kedua yang diajukan Brasil — yang menggunakan bahasa lebih tegas mengutuk Hamas, tampaknya mendapatkan dukungan lebih luas dan diperkirakan akan mendapat dukungan saat pemungutan suara putaran berikutnya pada Selasa (17/10/2023) malam ini.

Pemungutan suara di UNSC tersebut berlangsung saat perang antara tentara zionis Israel dan Hamas memasuki hari ke-10 — sekaligus saat Israel tampak sedang mempersiapkan serangan darat ke Jalur Gaza.

Diketahui resolusi yang diajukan Rusia tidak memperoleh cukup suara dari anggota UNSC untuk diadopsi. Dari total 15 anggota, hanya 5 negara yang memberi suara setuju: China, Gabon, Mozambik, Rusia, dan Uni Emirat Arab (UAE).  Terdapat 4 negara yang menolak resolusi Rusia — didominasi oleh pro-Barat, yakni: Prancis, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat. Sementara itu, 6 negara memilih memberikan suara abstain: Brasil, Albania, Ekuador, Ghana, Malta, dan Swiss.

Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, menyatakan penyesalannya atas kegagalan UNSC untuk mengadopsi resolusi yang diajukan Moskow seraya menyalahkan 'kepentingan egois dari blok Barat'.

Menurut Nebenzia, hasil pemungutan suara tersebut menunjukkan mana negara-negara yang mendukung penghentian kekerasan serta pemberian bantuan kemanusiaan — dan negara mana yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan politik semata. "Kami sangat prihatin dengan bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Gaza dan risiko yang sangat tinggi dari penyebaran konflik," ujarnya, seperti dikutip dari Reuters.

Di sisi lain, Perwakilan Tetap AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan, negaranya tidak dapat mendukung resolusi Rusia sebab rancangan tersebut mengabaikan aksi 'terorisme' Hamas. "Dengan tidak mengutuk Hamas, Rusia memberikan perlindungan kepada kelompok teroris yang membantai warga sipil tak berdosa. Ini keterlaluan, munafik dan tidak dapat dipertahankan," jelas dia.

Thomas-Greenfield mengutuk Hamas lantaran telah membunuh dan menyandera warga sipil — termasuk warga Amerika. Adapun menurut Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, sebanyak 22 warga negara AS telah tewas saat Hamas menyerbu perbatasan Israel.

Mengindikasikan pembelaannya terhadap Israel, Thomas-Greenfield menyebut serangan Hamas-lah yang telah memicu krisis kemanusiaan terjadi di Jalur Gaza. "Kita tidak bisa membiarkan Dewan ini secara tidak adil mengalihkan kesalahan kepada Israel dan memaafkan Hamas atas kekejamannya selama puluhan tahun," ungkap Thomas-Greenfield.

Pengamat Tetap Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, berpendapat bahwa UNSC memiliki kewajiban moral untuk bertindak dalam upaya menahan serangan Israel ke Jalur Gaza — yang menurut diplomat ini, telah merenggut 12 nyawa setiap jamnya.

Apalagi, pemerintah Israel sejak awal pekan lalu memberlakukan 'pengepungan total' di Jalur Gaza dan melarang pasokan bantuan kemanusiaan memasuki wilayah kantong tersebut. "Jangan mengirimkan sinyal bahwa nyawa orang Palestina tidak penting. Jangan berani mengatakan bahwa Israel tidak bertanggung jawab atas bom-bom yang dijatuhkan di atas kepala mereka," tegas Mansour.

Selain memberlakukan pengepungan total, Israel juga memborbadir Jalur Gaza dan memutus pasokan makanan, air, listrik, hingga bahan bakar untuk jutaan orang yang masih terjebak di sana. "Apa yang terjadi di Gaza bukanlah operasi militer. Ini adalah serangan besar-besaran terhadap rakyat kami. Ini adalah pembantaian terhadap warga sipil yang tidak berdosa," sambung dia.

Sumber: reuters,ist|Editor:widyawati

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.