
JOMBANG (Lenteratoday) –Pimpinan Daerah (PD) Muhammadiyah Jombang Abdul Wahid kecewa atas vonis yang dijatuhkan PN Jombang terhadap eks peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin (APH).
Abdul Wahid menilai vonis 1 tahun penjara untuk eks peneliti BRIN tersebut terlalu rendah. Padahal, menurutnya, kasus uajaran kebencian dan ancaman pembunuhan terhadap warga Muhammadiyah yang dilntarkan terdakwa merupakan kasus level nasional.
“Kami menilai vonis satu tahun itu terlalu rendah. Itu isu nasional. Bukan lokalitas. Ada dua permasalahan serius, ujaran kebencian dan ancaman pembunuhan. Kalau ancaman menghina atau mencela tidak masalah. Tapi ini ancaman pembunuhan satu per satu warga Muhammadiyah,” ujar Abdul Wahid, Rabu (20/9/2023).
Untuk itu, pihaknya akan melaporkan hasil persidangan tersebut ke pengurus Persyarikatan Muhammadiyah yang ada di Jawa Timur dan pimpinan yang ada di pusat.
Muhammadiyah juga terus melakukan pemantauan mengingat pihak JPU (Jaksa Penuntut Umum) yang masih pikir-pikir.
Sebelumnya, Selasa (19/9/2023), PN Jombang menjatuhkan vonis eks terhadap Andi Pangerang Hasanuddin (APH), mantan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang mengancam warga Muhammadiyah,dengan hukuman 1 tahun penjara.
Selain itu, Andi juga diminta membayar denda Rp 10 juta. Jika tidak membayar denda tersebut, hukuman Andi ditambah satu bulan penjara.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang sebelumnya. JPU menuntut hukuman untuk terdakwa sebesar 1 tahun 6 bulan.
Sekadar informasi, Andi Pangerang Hasanuddin terseret ke meja hijau karena dugaan kasus ujaran kebencian dan pengancaman.
Ia didakwa melanggar pasal 45A ayat (2) serta pasal 28 ayat (2), dan juga pasal 45B serta pasal 29 dari Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pada dakwaan pertama, Andi dituduh sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang bertujuan untuk memicu rasa kebencian atau permusuhan antara individu atau kelompok masyarakat tertentu, berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Dakwaan kedua, Andi dituduh sengaja mengirimkan informasi elektronik atau dokumen elektronik yang mengandung ancaman kekerasan atau intimidasi, yang ditujukan secara pribadi.
Ujaran kebencian diposting melalui akun Facebook dengan nama AP Hasanudin, yakni akun milik terdakwa.
Konten ujaran dimulai dari perdebatan mengenai penentuan Idul Fitri 1444 H dan berakhir dengan ancaman akan membantai warga Muhammadiyah satu per satu.
AP Hasanudin menyatakan darah warga Muhammadiyah adalah halal. Postingan ini kemudian dilaporkan kepada pihak kepolisian, yang mengakibatkan AP Hasanudin ditetapkan sebagai tersangka, dan kemudian diadili di PN Jomban (*)
Reporter: sutono|Editor: Arifin BH