
SURABAYA (Lenteratoday) – Komisi-komisi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur memberikan berbagai rekomendasi pada Pemprov Jatim sesuai bidang mereka masing-masing. Rekomendasi tersebut seiring dengan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2022 dalam rapat paripurna, Selasa (27/6/2023).
Mulai dari Komisi A, melalui juru bicaranya Ratnadi Ismaon mengatakan bahwa telah melakukan rapat kerja dengan 25 OPD yang menjadi mitra. Dari rapat tersebut akhirnya menghasilkan beberapa rekomendasi, salah satunya adalah pada Biro Hukum.
Dari sisi anggaran, Biro Hukum mendapatkan pagu Rp 23,887 miliar. “Secara umum pelaksanaan program/kegiatan telah memenuhi target yang telah di tetapkan, namun ada dua indikator yang belum sesuai prediksi pencapaian,” tandasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dua indicator tersebut yaitu; pertama, pada program penunjang urusan Pemerintahan Daerah Provinsi dengan indikator persentase realisasi anggaran biro hukum dengan target 93% pencapaian target 88,11%. Hal tersebut di karenakan belanja pegawai tidak terealisasi sepenuhnya di karenakan adanya pegawai yang pensiun dan meninggal dunia.
“Kedua, pada program Fasilitasi dan Kordinasi Hukum dengan persentase perkara hukum dan HAM di Jawa Timur telah diputus dengan target 40% pencapaian target 32%, hal tersebut dikarenakan lokasi, jumlah dan tahapan persidangan di Pengadilan tergantung dari pihak eksternal, Pemohon dan Pengadilan,” tandasnya.
Untuk itu, Komisi A merekomendasikan segera terkait evaluasi terhadap Perda – Perda yang perlu ditindaklanjuti yang belum ada Pergubnya. Selain itu komisi A juga berharap agar tugas dan fungsi biro hokum dapat terlaksana dengan baik apabila didukung dengan anggaran yang cukup.
Kemudian, komisi B melalui juru bicaranya Daniel Rohi juga memberikan beberapa rekomendasi.
Diantaranya adalah merekomendasikan supaya total anggaran OPD mitra komisi B minimal 10% dari APBD Jawa Timur. Tentunya dengan memperhatikan proporsi anggaran maksimal 40% untuk anggaran Belanja Operasi.
“Usulan ini dengan asumsi bahwa APBD Jatim tahun 2023 sebesar Rp. 31.120.677.901.940. Usulan kenaikan total adalah sebesar Rp. 3.112.067.790.194 atau 10% dari total APBDJawa Timur. Pengusulan ini sudah kami lakukan bertahun-tahun, tapi tidak pernah direspon secara konkrit, hanya dijadikan catatan semata,” tandas Daniel.
Dia menandaskan pengusulan kenaikan anggaran ini sangat rasional. Dari aspek sumbangan terhadap PRDB dan kinerja yang ditunjukan oleh OPD yang menempatkan Jawa Timur sebagai lumbung pangan nasional dengan kontribusi suplus gabah mencapai 3juta ton, gula 1,1juta ton, ternak, susu dan berbagai komuditas lainnya. Namun dari alokasi anggaran masih belum mengalami kenaikan selama 3 tahun berturut-turut.
Data menunjukan, lanjutnya, bahwa pada tahun 2020 dari sembilan mitra kerja komisi B, tercatat total belanja Rp 1.098.759.000.000 lebih atau sekitar 3,18 persen dari total belanja daerah pada APBD 2020, Rp 34.565.28.000.000 lebih. Tahun 2021 total anggran pada kisaran Rp 1,6 triliun dari total belanja daerah atau R APBD Jatim 2021 yaitu sebesar Rp 32 trilliun lebih.
“Dan tahun 2022 sebesar Rp 1,4 trilliun dari sekitar Rp 31 trilliun total APBD Jawa Timur, dengan prosentasi pada kisaran 3,18 % - 5.0%. Berdasarkan kondisi ini, jika ingin perekonomian Jawa Timur mengalami kenaikan signifikan dan itu akan berdampak pada Indikator Kinerja Utama seperti Pertumbuhan Ekonomi, Penurunan Angka Kemiskinan, dan Penurunan TingkatPengangguran Terbuka (TPT), maka harus ada kenaikan anggaran,” tegasnya.
Komisi C, melalui juru bicaranya, Lilik Hendarwati mengungkapkan salah satu rekomendasinya yaitu terkait dengan kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Di mana, Komisi C meminta kepada Biro Perekonomian untuk melakukan evaluasi atas kinerja BUMD yang tidak bisa menjalankan peran dan fungsinya sebagai penggerak perekonomian maupun sumber PAD.
“Menurut hemat Komisi C perlu ditinjau ulang keberadaan BUMD yang tidak produktif dan tidak prospektif khususnya pada anak perusahaan. Kalau memang sudah tidak bisa dioptimalkan maka dipandang perlu untuk dimerger dengan BUMD lain ataupun dilikuidasi,” tegasnya.
Kemudian, Komisi C juga memberikan apresiasi terhadap BUMD yang sudah memenuhi target pada kinerja tahun 2021. Komisi C berharap semangat ini terus dijaga di tahun-tahun yang akan datang dan meningkat secara signifikan.
“Selanjutnya, Komisi C memberikan catatan khusus pada PT. JGU yang tidak mampu membayarkan deviden tahun kinerja 2021 yang ditargetkan di APBD di tahun 2022. Hendaknya Pemerintah Provinsi Jawa Timur lebih pro aktif terhadap persoalan ini dengan memperhatikan kaidah terhadap pengelolaan keuangan daerah,” sambung Lilik.
Sementara, Komisi D dengan juru bicara Hadi Dediansyah menyoroti tentang aagu anggaran Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda). Di mana dalam Perubahan APBD 2022 sebesar Rp 155,237 miliar yang naik sebesar 3,9 % lebih dibanding APBD 2022 murni. Serapan anggaran mencapai 94,43 %, atau setara Rp 146,775 miliar. Masih terdapat Silpa sebesar Rp 8, 461 miliar.
“Terhadap kinerja anggaran Bappeda Provinsi Jawa Timur tahun 2022, kami rekomendasikan beberapa hal; pertama, menggagas, dan mengevaluasi program perencanaan pembangunan yang tergolong inovatif. Misalnya, mengevaluasi Puspa Agro. Serta perencanaan destinasi wisata level internasional,” katanya.
Kedua, sebagai OPD dengan produk berupa dokumen, Bappeda harus meningkatkan sinergitas dengan Bappeda Kabupaten dan Kota, terutama untuk menjejaki berbagai hibah infrastruktur, hibah sosial, dan transfer anggaran kepada Kabupaten dan kota; ketiga, sebagai ”simpul” kebijakan perangkaan, Bappeda wajib memiliki data yang update dari berbagai OPD. Perangkaan seluruh OPD harus berdasar kebutuhan riil. Bukan sekadar copy-paste tahun kemarin ditambah sedikit perubahan.
Hadi melanjutkan, berkaitan dengan laporan hasil pemeriksaan BPK yang telah memberi opini ”Wajar Tanpa Pengecualian” (WTP) delapan kali berturut-turut, Komisi D menilai sebagai suatu pencapaian yang luar biasa.
“Karena itu, Komisi D patut memberikan apresiasi dan perhatian seksama terhadap pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah, sekaligus sebagai pelaksanaan fungsi budgeting dan fungsi pengawasan yang dimandatkan oleh konstitusi,” tandasnya.
Sedangkan, terhadap OPD yang masih memperoleh catatan oleh BPK, Komisi D rekomendasikan, wajib hukumnya untuk memperbaiki dan menelusuri kesalahan dalam arus kas daerah. “Perbaikan wajib dilakukan karena akan menjadi beban verifikasi keuangan pada APBD tahun berikutnya. BPK akan selalu menagih perbaikan yang sekaligus dijadikan catatan tunggakan,” paparnya.
Sedangkan Komisi E juga memberikan beberapa rekomendasi, salah satunya adalah terkait pendidikan. Juru bicara Siti Mukiyarti mengatakan bahwa komisi E merekomendasikan kepada Pemprov Jatim untuk mengoptimalkan pemerataan mutu Pendidikan dengan memberikan dukungan peningkatan sarana prasarana dan peningkatankompetensi SDM, terutama terhadap satuan Pendidikan swasta serta yang terletak di daerah pedesaan dan kepulauan.
“Selain itu, Komisi E juga mendukung gagasan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur untuk memberikan Bantuan Biaya Manajemen Operasional Minimal Sekolah dalam rangka mempercepat pemerataan mutu Pendidikan di Provinsi Jawa Timur,” katanya.. (*)
Reporter : Lutfi | Editor : Lutfiyu Handi