
NGANJUK (Lenteratoday) - Perjanjian kerjasama MoU yang baru ditandatangani antara Bank Pembangunan Daerah Jatim Cabang Nganjuk dan Kejaksaan Negeri Nganjuk menitikberatkan pada keterbukaan informasi dan penegakan hukum, terutama dalam konteks kegiatan perbankan.
‘’Sehubungan dengan perjanjian kerjasama antara Bank Pembangunan Daerah Jatim Cabang Nganjuk kita harapkan antara kejaksaaan dan Bank Jatim ada keterbukaan informasi, kemudian kita membantu hal-hal yang kita anggap urgent khususnya dalam penegakan hukum khususnya kegiatan yang berkenaan dengan perbankan,’’ ujar Alamsyah, Kepala Kejaksaan Negeri Nganjuk, Jum’at (16/6/2023) di kantor Kejaksaan Negeri Nganjuk.
Alamsyah juga menyampaikan pentingnya evaluasi dan pengawasan secara internal yang dilakukan oleh Bank Jatim terkait aspek hukum dan kepatuhan. Dikatakannya, pihak kejaksaan akan memperhatikan hal-hal yang lebih teknis terkait dengan kegiatan sehari-hari Bank Jatim. Kemudian akan menindaklanjuti jika diperlukan sesuai dengan hukum yang berlaku.
‘’Kalau evaluasi dan pengawasan secara internal Bank Jatim punya bagaian hukum dan kepatuhan dan intinya kita nanti melihat hal-hal yang lebih teknis dari kegiatan mereka sehari-hari mana yang perlu kita tindak lanjuti oleh kejaksaan kalau memang diperlukan,’’ ujarnya lagi.
Sementara itu, Marhaen Djumadi, Bupati Nganjuk menekankan pentingnya komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi dalam penyelesaian berbagai permasalahan. Menurutnya, banyak permasalahan yang sebenarnya dapat diselesaikan melalui kerjasama yang baik antara berbagai pihak terkait. Hal ini mencerminkan upaya Bupati Nganjuk untuk mendorong sinergi dan kerjasama yang efektif dalam menangani berbagai isu di daerah tersebut.
‘’Memang kita harus komunikasi, koordinasi dan kolaborasi. Banyak sekali permasalahan yang sebernernya bisa diselesaikan dengan kolaborasi,’’ ujar Marhaen usai menyasikan penandatanganan MoU.
Marhaen menegaskan bil di kejaksaan terdapat prinsip legacy yang diterapkan. Selain itu, di Nganjuk terdapat konsep restorative justice yang melibatkan sekitar 50 rentetan program, terutama di tingkat desa. Hal ini menggambarkan adanya upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip restorative justice sebagai pendekatan alternatif dalam menyelesaikan kasus hukum di wilayah Nganjuk. Prinsip restorative justice ini menekankan pada pemulihan hubungan, rekonsiliasi, dan pemenuhan keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam suatu kasus.
‘’Di kejaksaan itu punya istiahnya legacy, Nganjuk itu punya yang namanya restorative justice ini ada rentetannya, banyak ada sekitar 50 itu kalau di desa,’’ tutupnya.(*)
Reporter : Abdillah Qomaru/Editor:widyawati