
MALANG (Lenteratoday) - Dianggap telah menggunakan fasilitas umum (fasum) dengan tanpa izin Wali Kota, 7 lapak Pedagang Kaki Lima (PKL) di wilayah Kelurahan Cemorokandang, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, ditertibkan oleh Satpol PP. Meski sempat diwarnai penolakan dari para pedagang akibat tidak terima lapaknya akan dibongkar, namun Satpol PP Kota Malang tetap melancarkan aksi penertibannya tersebut.
Kepala Bidang (Kabid) Ketentraman dan Ketertiban Umum (KKU) Satpol PP Kota Malang, Rahmat Hidayat, mengatakan, penertiban tersebut telah direncanakan sejak Desember 2021 lalu, ketika adanya laporan mengenai penggunaan fasum oleh PKL setempat. Namun, dikatakannya, pihak Satpol PP Kota Malang terlebih dulu melakukan penelusuran terkait status lahan tersebut sebelum akhirnya melakukan penertiban.
"Pada awalnya, PKL menyatakan bahwa mereka ditempatkan di lokasi tersebut oleh pengembang. Namun, pada awal tahun 2022, pengembang menyatakan Prasarana-Saranan Utilitas (PSU) lahan tersebut belum diserahkan kepada pengelolaan pemerintah. Setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut, ternyata aset tersebut sudah diserahkan kepada pemerintah pada tahun 2002," ujar Rahmat, saat dikonfirmasi langsung oleh awak media, Kamis (8/6/2023).
Tidak serta merta melakukan pembongkaran, pada akhir 2022 lalu, Rahmat menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan mediasi dengan menghadirkan PKL dan dinas-dinas terkait, yang kemudian menghasilkan kesepakatan diberikannya waktu selama 2 bulan agar PKL dapat membongkar lapak mereka sendiri, dengan batas waktu hingga 1 Februari 2023.
"Pada saat itu, Desember 2022, PKL saya kumpulkan biar mau membongkar sendiri dalam jangka waktu 2 bulan, berarti kan harunsya 1 Februari 2023 harus bersih. Tapi kenyataannya tidak, akhirnya kita lakukan SOP, kita kasih teguran. Terus kita kasih peringatan, tidak mau, terjadilah eksekusi saat ini sesuai dengan SOP," tambahnya.
Lebih lanjut, menurutnya, tindakan tersebut diambil berdasarkan adanya pelanggaran terhadap Perda Nomor 2 tahun 2012 tentang ketertiban umum dan lingkungan, khususnya Pasal 21 yang melarang PKL menggunakan fasilitas umum tanpa izin dari Wali Kota.
"Pelanggarannya adalah Perda Nomor 2 tahun 2012 tentang ketertiban umum dan lingkungan. Kemudian di sebutkan dalam pasal 21, fasilitas umum itu dilarang untuk PKL tanpa izin Wali Kota. Terus SOP yang kami lakukan, setelah mediasi tidak berujung pangkal, dilanggar. Jadi ini proses lama," jelasnya.
Di sisi lain, Rahmat menyampaikan bahwa lahan bekas PKL yang merupakan aset daerah Kota Malang tersebut, akan langsung dialihfungsikan menjadi lahan hijau dengan ditanami sebanyak 30 pohon, usai dilakukannya penggusuran. Pihaknya mengharap, dengan penamaman pohon, tidak ada lagi individu ataupun kelompok yang memanfaatkan fasum tersebut untuk berjualan.
"Saat ini aset ini akan digunakan untuk jalur hijau, kita tanami langsung. Aset ini tercatat di Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD), kedepan pengelolaanya adalah Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Jangan sampai aset ini dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggungjawab atau yang tidak punya kewenangan," tukasnya.
Terpisah, mewakili para PKL, Ketua RW 2 Cemorokandang, Dharmayudi, mengungkapkan bahwa lapak PKL di wilayahnya tersebut telah beroperasi selama puluhan tahun. Oleh karena itu, dengan adanya pembongkaran dan penggusuran, pihaknya berharap agar PKL mendapatkan tempat relokasi baru, serta adanya solusi lebih lanjut dari Pemerintah Kota (Pemkot) Malang berkaitan dengan sumber mata pencaharian para pedagang.
"Di sini (pedagang) sudah puluhan tahun. Gejolaknya pas mulai ada bangunan rumah dibelakang lapak itu, jadi pedagang juga menduga pemilik rumah itu yang melapor ke Satpol PP, bangunannya berdiri sudah satu tahun kemarin lah. Harapan saya, PKL ini harus ada gantinya, ganti tempat. Yang pasti harapan saya kesana. Jadi dicarikan di mana solusinya," ungkap Dharma. (*)
Reporter: Santi Wahyu | Editor : Lutfiyu Handi