
Dua hari menjelang HariRaya Idul Fitri (Jumat, 22/5/2020) beredar rekaman video dari dalam rumah sakitdarurat Wisma Atlet, Jakarta.
Puluhan tenaga medismenggenggam tangan. Sambil berteriak, menyampaikan pesan:
“Dari Wisma Atletmelaporkan. Mereka enggak mikirin mal. Enggak mikirin ke pasar. Enggak mikirinLebaran. Yang penting buat Ibu Pertiwi. Ibu Periwi memanggil…!”
Video ini viral dimedsos dan lini masa lainnya.
"Jangankanlebaran, berpikir untuk bulan puasa bersama keluarga saja kami sudah tidakberani memikirkannya."
"Yangkami tahu masyarakat kan sekarang ingin mudik. Kami juga. Kami cuma inginpulang."
Demikiansekelumit perasaan para tenaga medis yang tahun ini tak dapat berlebaranbersama keluarganya.
Salahsatu yang membeberkan perasaan dan pengalamannya Hartati B. Ia salah satudokter pertama yang menangani pasien virus corona di rumah sakit darurat WismaAtlet-Jakarta, di zona merah, tempat seluruh pasien terkonfirmasi Covid-19.
Tahunlalu, Hartati masih bisa mengambil cuti, merayakan lebaran bersama keluargabesar di Ternate, Maluku Utara. Tapi tahun ini, keadaan memaksanya melayanipasien Covid-19, meskipun kerinduan akan kue lebaran buatan Ibu akan membayangiselama bekerja.
"Apalaginanti tidak bisa pulang, tentu rindu, sedih dan semuanya pasti bercampur. Itunggak bisa dipungkiri ya, itu manusiawi," kata Hartati kepada BBC NewsIndonesia.
Selaintak bisa pulang kampung karena pembatasan mudik, ada yang paling membuatHartati tak bisa meninggalkan 'benteng terakhir' penyebaran virus corona:jumlah pasien yang terus bertambah.
"Melihateskalasi semakin tinggi dan kebutuhan semakin tinggi, tidak mungkin kita bisaduduk diam di rumah, atau kita pulang untuk ritual lebaran," katanya,seperti dikutip dari BBC Indonesia.
Sejak awal RS WismaAtlet dibuka, Hartati bersama tim kesehatan merawat pasien Covid-19 hinggasembuh. Banyak yang pulang dengan hasil negatif, tapi tak sedikit pula yangterus berdatangan.
Dalamsatu tim terdapat 18 dokter. Pada awal di Wisma Atlet dibuka, setiap dokter jagamelayani sedikitnya 100 pasien dalam satu shift. Tapi saat ini jumlah pasienterus membengkak. Satu dokter dapat melayani hingga 300 pasien.
"Jadimemang dengan 18 orang, itu kita masih ngos-ngosan, karena hampir satu dokteritu meng-cover 4-5 lantai. Artinya 200-300 (pasien) dalam satu kali shift. Itujuga masih luar biasa berat kita pikirkan," jelas Hartati.
Timdokter sulit mengambil cuti lebaran meninggalkan teman-teman yang bekerja di RSWisma Atlet. Karena semakin sedikit (dokter), semakin tinggi risiko kelelahanbagi tim yang ada kan.
"Kita bahkanjauh-jauh hari sudah tidak pernah berpikir untuk bulan puasa sama keluarga,apalagi Idul Fitri atau lebaran. Mimpi itu sudah jauh kita simpan di dalamlemari," lanjut Hartati.
"Kamijuga was-was dengan ritual-ritual bulan puasa dan ritual mudik yang terjadiakan merata di seluruh Indonesia. Kalau merata, saya sendiri agak takutmembayangkan," Hartati mengomentari pelonggaran kebijakan larangan mudikoleh pemerintah.
Selain Hartati, dokteryang akan mengubur mimpi untuk lebaran bersama keluarga adalah Arbusa. Dokterasal Lampung ini berjaga di RS Wisma Atlet hingga lebaran selesai. "Itujelas orang tua yang sangat dirindukan," katanya.
Rencanawaktu lebaran akan dihabiskan bersama tim medis lain di Wisma Atlet. Itu pundengan segala keterbatasan, kata Arbusa.
"Kalaudi sini ya, teman sekamar saja. Teman-teman yang jaga (sudah) jadisaudara-saudara kita. Lagi pula di sini juga kita social distancing, jadi nggakmungkin sampai ngumpul-ngumpul gitu," kata Arbusa.
Arbusa berharap masapandemi di Indonesia segera berakhir, agar ia bisa menikmati masakan orang tuasaat lebaran yang tak sempat dicecapnya tahun ini.
"Opor,Seruit makanan khas Lampung nggak akan dapat rasanya. Euforia lebarannyaditunda dulu, kelar Covid nanti kita pulang. Langsung minta masakin kemarin(masakan) lebarannya apa," katanya sambil tertawa kecil. (Ist-abh).