21 April 2025

Get In Touch

DPRD Jatim : Empowering dan Equality Jadi PR Soal Perempuan

Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Hikmah Bafaqih.
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Hikmah Bafaqih.

SURABAYA (Lenteratoday) - Pemberdayaan perempuan masih menjadi pekerjaan rumah (PR) yang cukup serius untuk pemerintah. Termasuk salah satunya pada para perempuan yang masih dalam kategori rentan.

Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Hikmah Bafaqih, memandang bahwa saat ini masih ada dia PR terkait dengan perempuan khususnya di Jatim. Dua PR tersebut adalah empowering (pemberdayaan) dan equality (kesetaraan).

"Bagi kami perempuan di Jatim masih banyak memiliki banyak PR dari sisi empowering dan equality, pemberdayaan dan kesetaraan. Jadi dua isu besarnya adalah empowering dan equality," katanya, Minggu (21/5/2023).

Dia menandaskan bahwa dua isu besar itu bisa diterjemahkan ke semua lini. Mulai dari lini lingkungan, ekonomi, kesahatan, pendidikan dan lainnya. Dia menandaskan ada sebagian perempuan yang mampu merespon isu isu tersebut, bahkan dari respon tersebut mereka bisa berprestasi dan mendapatkan penghargaan.

"Merekalah yang kemudian merespon menjawab ternyata ada problem di lapangan. Kemudian, mereka melakukan sesuatu yang mungkin kelihatan sederhana tapi benar-benar berdampak. Kalau itu kemudian menginfluence yang lain itu menjadi gerakan sosial engenering yang luar biasa di semua lini," tandasnya.

Sementara terkait dengan masalah perempuan rentah seperti para pekerja migran Indonesia (PMI), Hikmah menandaskan bahwa sebenarnya PR adalah terkait dengan perlindugan. Namun demikian, Hikmah mengatakan bahwa terkait dengan masalah ini DPRD Jatim sudah menyesahkan Perda tentang pelindungan pekerja migran dan keluarganya.

Dengan adanya perda ini mengisyaratkan bahwa ada banyak tata laksana baru yang harus diperbaharui. "Kita inginkan yang lahir dari komitmen perda itu untuk memastikan layanan hulu hilir, termasuk pencegahan agar traffiking, pengiriman illegal ditiadakan," tandasnya.

Sedangkan untuk mereka yang sudah bekerja bagiamana mereka bisa bekerja dengan produktif dan terlindungi. "Itu semnagatnya," katanya.

Terkait dengan permasalahan perempuan ini, Hikmah mengatakan bahwa saat ini respon yang ada baru sebatas 'hangat-hangat tahu ayam', artinya ketika ada kasus yang sedang booming maka ramai ramai merespon.

"Tapi, kita lupa untuk membangun sistem yang lebih responsive, gender dan responsif, hak anak dan tata laksananya," tandasnya.

Dia mencontohkan soal P21 di level PPA dalam penyelidikan kasus. Meski sudah P21 namun masih ada proses di Kejaksaan dan kemudian kkemudian, belum lagi proses rehabilitasi dan dekontruksi pada korban. "Ada lagi pada sisi ekonomi korban itu panjang, itu baru ngomong korban saja, belum ngomong pencegahan. Memang tata laksanakanya harus terbangun sistem tidak bisa gradual tidak sporadic begitu," tegasnya.

MDia menambahkan bahwa isu soal perempuan rentan ini harus betul-betul dijawab dengan sesuatu yang lebih dalam membangun sistem. Hal ini seiring dengan era perkembangan jaman. (*)

Reporter : Lutfi | Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.