21 April 2025

Get In Touch

Sistem Menggantung di MK, Gebyar Pemilu Meredup

Nanang Haromain, pemerhati dan konsultan politik Sidoarjo.
Nanang Haromain, pemerhati dan konsultan politik Sidoarjo.

SIDOARJO (Lenteratoday) - Gebyar Pemilu 2024 terasa kurang gregetnya. Hal ini bisa dilihat dari tak banyaknya spanduk dan baliho para bakal calon anggota legislatif (bacaleg) yang memanfaatkan momentum Ramadan dan Lebaran tahun ini.

Di wilayah Kabupaten Sidoarjo sendiri hampir tak ditemui media iklan luar ruang yang memampang nama dan foto para Bacaleg. Kalaupun ada, jumlahnya sedikit sekali jika dibanding dengan potensi jumlah bacaleg yang ada, baik yang berkontestasi di level pusat, propinsi maupun kabupaten.

Kondisi ini sangat berbeda dengan momentum serupa di periode Pemilu sebelumnya. Di mana pada saat seperti ini, wajah kota Sidoarjo sudah berhiaskan aneka wajah penuh senyum para politisi yang akan berebut kursi anggota legislatif.

Pemerhati politik di Sidoarjo, Nanang Haromain yang dihubungi melalui telepon, Senin (17/04/2023) pagi tadi mengatakan fenomena tersebut terjadi sebagai dampak ketidakpastian sistem Pemilu 2024 yang sekarang masih dalam proses pengujian di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Caleg berada dalam posisi yang tidak menguntungkan dan penuh ketidakpastian. Mereka masih menunggu putusan MK, pakai sistem proporsional terbuka atau tertutup,” katanya.

Kegalauan serupa juga dialami Parpol yang tentu sangat berkepentingan dengan hasil sidang MK tersebut untuk persiapan para calegnya. Disisi lain, roda tahapan pelaksanaan Pemilu 2024 juga terus bergerak maju.

Sesuai Peraturan KPU (PKPU) yang diberlakukan saat ini, mulai 24-30 April pekan depan lembaga penyenggara Pemilu itu sudah mempublikasikan pengumuman pendaftaran caleg.

Selanjutnya mulai 1 hingga 14 Mei 2023, parpol peserta Pemilu harus memasukkan daftar nama dan nomer urut caleg-calegnya yang akan berkontestasi di pesta demokrasi nanti.

Tenggat waktu yang semakin mepet itu yang membuat parpol maupun bacaleg makin tertekan. "Sekarang mau konsolidasi saja, para caleg itu pasti selalu bertanya ke parpol, ini nanti terbuka atau tertutup?,” tambah Nanang.

Kondisi inilah yang membuat para bacaleg itu seakan berusaha menahan diri untuk tidak lebih dulu tampil di depan publik. Mereka seolah-olah tersandera oleh putusan MK yang hingga sekarang belum jelas.

Mantan Komisioner KPU Sidoarjo itu khawatir, fenomena ini akan berdampak bagi kesuksesan Pemilu di Indonesia. Karena partisipasi publik sangat ditentukan oleh gerakan yang dilakukan para caleg dan juga parpol.

Sambil berseloroh Nanang mengatakan, jangankan baliho atau poster yang jarang bertebaran, Ramadhan tahun ini juga sepi dari sodaqoh politik para bacaleg tersebut.

“Biasanya momen Idul Fitri di tahun-tahun politik seperti ini, gebyar pemilu sudah terasa. Saiki ojo maneh kate mbagi-mbagi THR, kepastian nyalon opo enggak ae durung karuan jelas,” tukasnya.

Nanang berharap agar polemik proporsional terutup atau terbuka bisa selesai secepat mungkin. Dengan begitu para caleg bisa melakukan persiapan untuk pendaftaran daftar calon sementara (DCS) ke KPU melalui parpolnya masing-masing.

“Para bakal caleg tentu butuh waktu untuk persiapan. Mulai mengurus surat kelakuan baik, surat kesehatan, hingga persiapan lainnya. Itu semua tidak bisa dilakukan secara dadakan,” imbuhnya.

Sementara itu Ketua MK, Anwar Usman menegaskan, cepat atau lambatnya sebuah putusan sangat tergantung pada para pihak yang terlibat dalam perkara ini. Sidang atas gugatan sistem proporsional terbuka ini berlangsung lama karena ada banyak pihak terkait di dalamnya. (*)

Reporter : Angga Prayoga | Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.