
SURABAYA (Lenteratoday) – Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi perhatian serius Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur. Pasalnya, berdasarkan dari data Badan Pusat Statistik (BPS), IPM Jawa Timur menduduki peringkat ke-6 dari 6 provinsi yang ada di pulau Jawa atau IPM Provinsi Jawa Timur adalah yang terendah di pulau Jawa.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur Diana Amaliyah Verawatiningsih, mengatakan bahwa sejak 2019 Gubernur Jawa Timur dan jajarannya sudah mengetahui tentang masalah IPM Jawa Timur yang lebih rendah dibanding provinsi lain di Jawa, bahkan saat itu urutan ke-15 se-Indonesia
Untuk diketahui, IPM DKI Jakarta adalah 81,65; DI Yogjakarta sebesar 80,64; Banten sebesar 73,32; Jawa Barat 73,12; Jawa Tengah 72,79; dan Jawa Timur hanya beda tipis dengan yaitu 72,75.
Meski demikian, IPM Jawa Timur dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan. Berdasarkan dokumen LKPJ tahun 2022 diketahui bahwa IPM Provinsi Jawa Timur naik sebesar 0,61, yang awalnya pada tahun 2021 sebesar 72,14 menjadi 72,75 pada tahun 2022. Rata-rata kenaikan sepanjang tahun 2019 hingga 2022, kenaikan IPM Jawa Timur adalah tertinggi.
“Selain soal pendapatan (PDRB dan Garis Kemiskinan), IPM erat kaitannya dengan pendidikan dan kesehatan,” kata politisi awal Magetan yang akrab dengan panggilan Sasa ini, Kamis (13/4/2023).
Lebih lanjut dia menjelaskan berdasarkan dari data BPS diketahui bahwa masalah yang di bidang pendidikan adalah harapan lama sekolah (HLS) masyarakat Jawa Timur masih di bawah Sekolah Menengah Atas (SMA). “Bahkan angka putus sekolah cukup tinggi. Berbagai perlakuan telah dilakukan, misalnya bantuan BOS, Kejar Paket, dan hibah untuk pendidkkan tapi angkanya belum menurun signifikan,” tegasnya.
HLS dan rata rata lama sekolah (RLS) menunjukkan penurunan meski tipis. Tecatat pada tahun 2018 memiliki jarak minus 0,04 (HLS 13,10 – RLS 7,39). Kemudian, pada tahun 2019 minus 0,14 (HLS 13,16 – RLS 7,59), tahun 2020 minus 0,16 (HLS 13,19 – RLS 7,78, tahun 2021 melebar 0,07 (HLS 13,37 – RLS 8,03) dan pada tahun 2022 minus 0,14 (HLS 13,37 – RLS 8,03).
“Tingkat pendidikan secara otomatis berdampak pada kesehatan. Angka gizi buruk dan sanitasi lingkungan masih perlu mendapat perhatian khusus,” kata Sasa. Dia menambahkan bahwa kabupatèn penyumbang masalah pendidikan dan kesehatan terbesar ada di Pulau Madura.
Berdasarkan kecenderungan ini, strategi peningkatan IPM tidak mungkin menggunakan pendekatan “business as usual”. Menurutnya, Pemprov Jatim harus melihat “local genius” masyarakat Madura. Demikian juga dengan pendekatan pendidikannya juga harus disesuaikan. “Misalnya, jika di Madura pendekatan religius lebih sesuai, maka program stimulan pendidikannya harus diarahkan ke situ,” paparnya.
“Demikian pula untuk peningkatan kesadaran kesehatannya. Di Pansus akan kami dalami apa saja yang sudah dilakukan Dinas Pendidikan dan Kesehatan di Pulau Madura dan kabupaten lain yang tergolong penyumbang angka besar,” tegasnya.
Mestinya, masih menurut Sasa, dibutuhkan gerakan massif untuk menaikkan RLS secara signifikan menuju 12 tahun lama sekolah, sebab hingga saat ini wi wilayah Jawa Timur tidak ada kabupaten/kota yang mencapai RLS 12 tahun. Bahkan empat kabupaten di Madura kondisinya sangat memprihatinkan.
Setali tiga uang, Satib dari Fraksi Gerindra juga mengungkapkan bahwa IPM mencapai angka 72,75 dan menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi dengan rata-rata pertumbuhan IPM tertinggi dari rentang tahun 2019 sampai tahun 2022.
Meski demikian, berdasarkan statistik kesejahteraan rakyat Provinsi Jawa Timur Tahun 2022 dari BPS, mengatakan bahwa persentase penduduk usia 16-18 tahun yang tidak sekolah lagi naik dari 25,63 pada tahun 2021, menjadi 26,17 di tahun 2022. “Padahal usia tersebut adalah usia penduduk mengenyam pendidikan SMA/SMK yang menjadi tanggung jawab provinsi. Apakah hal tersebut yang menjadikan angka TPT SMK menjadi turun secara signifikan?” katanya.
Untuk itu, dia juga meminta pada pemprov Jatim untuk bisa mengurai akar masalah kenaikan angka RLS mengingat peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu prioritas pembangunan yang menjadi fokus Pemprov Jawa Timur.
Dari Fraksi PPP, Mahdi, mengungkapkan bahwa pertumbuhan IPM Provinsi Jawa Timur telah menunjukkan perkembangan yang cukup bagus. Capaian tersebut telah memenuhi target RKPD tahun 2022 yaitu rentang 72,28 – 73,77. “Peningkatan pertumbuhan IPM tahun 2022 dipengaruhi oleh meningkatkan selurh indicator pembentukny, baik indeks kesehatan, indeks pendidikan, maupun indeks pengeluaran per kapita per tahun yang disesuaikan,” katanya.
Dia juga mengatakan, dari sisi kesehatan, bayi yang lahir pada tahun 2022 memiliki harapan untuk dapat hidup hingga 71,74 tahun, lebih lama 0,36 tahun jika dibandingkan dengan mereka yang lahir pada tahun sebelumnya.
“Oleh karena itu, mengingat kualitas sumber daya manusia merupakan factor kunci peningkatan daya saing daerah, maka OPD atau perangkat daerah pengampu urusan pendidikan dan urusan kesehatan hrus mampu melakukan pemetaan lokus wilayah yang terbelakang secara pendidikan dan kesehatan, sekaligus menyusun roadmap pengembangan pendidikan ke depan,” tandasnya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan bahwa IPM Jawa Timur tahun 2022 mencapai 72,75 atau tumbuh 0,85 persen (meningkat 0,61 poin) dibandingkan capaian tahun 2021. Capaian Indeks IPM Jatim ini juga telah memenuhi target RKPD Tahun 2022 yaitu di rentang 72,28 – 73,77.
"Peningkatan pertumbuhan IPM Jatim tahun 2022, nyatanya juga dipengaruhi oleh meningkatnya indikator pembentuk, yakni indeks kesehatan, indeks pendidikan dan indeks pengeluaran per kapita per tahun yang disesuaikan," terangnya. (*)
Reporter : Lutfi | Editor : Lutfiyu Handi