
JAKARTA (Lenteratoday)- Berbagai kecurigaan terkait Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memasuki babak baru, sanggahan secara aktif disampaikan ke publik melalui dunia maya. Terbaru,Staf Khusus Kemenkeu, Prastowo Yustinus, menekankan pihaknya tak menutup-nutupi data PPATK kepada Sri Mulyani.
Seluruh data yang dimiliki Kemenkeu, sebut Prastowo, dijabarkan dengan akuntabel dan transparan kepada Menteri Keuangan. "Menjadi jelas bahwa Kemenkeu tidak mendiamkan apalagi menutup-nutupi data PPATK ke Bu Menteri. Semua dapat dijabarkan dengan akuntabel, transparan, bahkan digunakan untuk optimalisasi penerimaan," tulis Prastowo dalam cuitannya, dikutip Minggu (2/4/2023).
Sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan adanya ketidakterbukaan antara Pejabat Eselon I Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait data transaksi mencurigakan Rp 349 triliun ke Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ia menduga, Sri Mulyani tidak menerima data valid terkait transaksi mencurigakan yang dilaporkan PPATK ke Sri Mulyani.
"Yang semula ketika ditanya bu Sri Mulyani itu, ini apa ada uang Rp 189 (triliun)? itu pejabat tingginya eselon I bilang, bu enggak ada bu di sini," kata Mahfud saat rapat bersama Komisi III DPR RI, Rabu (29/3/2023).

PrastowoIa pun menegaskan akan terus berkoordinasi dengan PPATK dan aparat penegak hukum (APH) lainnya sesuai arahan Komite Nasional PP TPPU. Hal ini dilakukan untuk memastikan tindak lanjut bersama sesuai kewenangan, apabila terdapat indikasi TPPU berdasarkan penyidikan pidana asal.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara memastikan tak ada perbedaan data dengan Menkopolhukam Mahfud MD terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atau transaksi mencurigakan senilai Rp 349,8 triliun.
"Kita tidak ada perbedaan data, kita bekerja atas 300 rekap laporan dengan nilai Rp 349 triliun. Kita bisa lakukan dengan berbagai cara. Tidak ada yang kita tutup-tutupi," kata Suahasil saat media briefing di Kantor Kemenkeu, Jumat (31/3/2023).
Dia menjelaskan, ada dua klasifikasi surat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait transaksi keuangan mencurigakan pegawai Kemenkeu. Pertama, surat dikirimkan ke Kemenkeu sejumlah 135 surat, yang melibatkan 363 ASN/PNS Kemenkeu dengan nilai Rp 22,04 triliun.
Kedua, surat dikirimkan ke aparat penegak hukum (APH) sebanyak 64 surat, yang melibatkan 103 PNS Kemenkeu, dengan nilai Rp 13,07 triliun. Kemenkeu pun memastikan tak menerima surat tersebut.
Dalam rapat Komisi XI DPR RI, Menteri Keuangan Sri Mulyani membeberkan, bahwa hanya Rp 3,3 triliun transaksi PNS Kemenkeu dalam laporan PPATK tersebut. Rp 3,3 triliun itu merupakan bagian dari Rp 22 triliun transaksi terkait korporasi dan pegawai Kemenkeu. Sementara yang disinggung oleh Menkopolhukam Mahfud MD, jumlahnya ada Rp 35 triliun.
"Nomor satu Rp 35 triliun, di Kemenkeu bilang Rp 22 triliun. Kenapa ada perbedaan? Karena kita melihat tabel pie chart tadi Kemenkeu tidak menerima surat yang dikirimkan kepada APH. Oleh karena itu, surat yang dikirim ke APH kita kelompokan ke oranye. Kalau nomor satu sekarang kita pecah mana yang benar-benar dikirim ke Kemenkeu dan APH, jadinya tabel kanan, dipecah dua. Surat dikirim ke Kemenkeu dapatnya Rp 22 triliun, surat dikirim ke APH dapatnya Rp 13 triliun, kalau dijumlah Rp 35 triliun," ujar Suahasil.
Suahasil melanjutkan, sebanyak Rp 53,8 triliun merupakan transaksi keuangan mencurigakan yang melibatkan PNS Kemenkeu dengan pihak lain. Dari jumlah ini, surat PPATK hanya dikirim ke aparat penegak hukum, yakni sebanyak 2 surat yang isinya melibatkan 23 pegawai Kemenkeu dan pihak lain, senilai Rp 47,0 triliun.(*)
Reporter: dya,rls/Editor: widyawati