
PONOROGO (Lenteratoday) - Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menjangkiti ternak sapi di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur menunjukkan tren peningkatan, dari sebelumnya terlapor di bawah 100 kasus kini tembus menjadi 300 ekor ternak telah terpapar sejak Januari lalu.
"Iya, kasus terbanyak saat ini terdeteksi ada di Kecamatan Sawoo dengan 104 kasus. Peningkatan kasus diduga akibat vaksinasi pada ternak sejauh ini belum optimal," kata Kepala Dinas Peternakan Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Ponorogo, Masun, di Ponorogo, dikutip dari jatimantaranews.com Minggu (19/2/2023).
Saat ini, lanjut dia, sudah ada delapan ekor sapi yang mati karena PMK. Dia mengatakan salah satu yang menjadi penyebabnya adalah karena vaksinasi PMK yang belum optimal. Pasalnya, masih penolakan dari warga. "Penolakan vaksin PMK paling banyak di Sawoo, Siman dan Bungkal, kalau Pudak sudah 100 persen ternaknya divaksin, makanya baru ada satu kasus itupun ternak dari luar kota," katanya.
Menurut Masun, kemungkinan lain kenapa kasus PMK di Ponorogo kembali naik. Yatu karena peternak mendatang hewan dari luar daerah dimana dari terlihat dari sapi yang belum memiliki eartag atau penanda telinga yang berarti belum menerima vaksin.
"Jadi setiap sapi itu memiliki eartag atau tanda pengenal di telinga di situ muncul keterangan apakah sudah divaksin atau belum, dari situ kita bisa melihat," kata Masun
Untuk meminimalkan penularan, lanjut Masun, sejauh ini pihaknya melakukan penyemprotan disinfektan di pasar hewan, sebanyak dua kali. "Tetap kami lakukan biosecurity, penyemprotan disinfektan sebelum dan sesudah pasar dibuka," ujarnya.
Masun mengimbau masyarakat, khususnya peternak untuk proaktif dengan petugas vaksinasi, agar proses mitigasi wabah atau upaya pencegahan bisa optimal.
Masun juga menjelaskan, ada 10 strategi pencegahan PMK yang saat ini dimasifkan, yakni pengobatan symtomatic (mengurangi gejala/keluhan) pada ternak sakit, pembatasan lalu lintas ternak, disenfeksi pasar hewan dan RPH, pengendalian wabah di pasar hewan, vaksinasi, penandaan (pengawasan kasus), edukasi dan sosialisasi kepada peternak, rehabilitasi produksi dan reproduksi, serta jaring pengaman sosial ekonomi.
"Kami sudah merapatkan dengan satgas PMK Kabupaten per tanggal 24 Januari lalu. Ada 10 upaya yang akan kita lakukan dan sudah dilakukan," kata Masun pada rapat koordinasi yang dipimpin Wakil Bupati Ponorogo Lisdyarita, dikutip dari timesindonesia.co.id. Jumat (17/2/2023) lalu.
Opsi penyekatan bakal ditempuh dalam waktu dekat guna menangkal gelombang kedua Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan Lumpy Skin Disease (LSD). Langkah itu sesuai hasil rapat lintas sektoral di Ruang Bantarangin Lantai 8 Pemkab Ponorogo Kamis lalu (16/2/2023).
Masun mengungkapkan pembatasan lalu lintas (lalin) ternak menyasar wilayah perbatasan. Penyekatan dilakukan pada sepuluh titik. Misalnya pintu masuk dari arah Magetan-Madiun di Desa Sukosari (Babadan), maupun dari arah Wonogiri, Jawa Tengah di Biting (Badegan), serta Sooko. “Terutama perbatasan dengan daerah yang memiliki dampak besar pada penyebaran PMK gelombang dua maupun LSD,” kata Masun.
Adapun opsi penyekatan dikomando langsung dari BPBD setempat. Pembatasan lalin ternak turut melibatkan lintas sektor. Diantaranya polisi, TNI, Satpol PP, dispertahankan, serta pemerintah desa (pemdes) masing-masing. “Terkait pembiayaan segera diputuskan TAPD (tim anggaran pemerintah daerah) dari pos BTT (belanja tidak terduga),” lanjutnya.
Diperkirakan, penyekatan hingga Hari Raya Kurban. Sebagai upaya untuk menjaga stabilitas stok hewan kurban di kabupaten ini. ‘’Penyekatan terakhir itu September tahun lalu. Karena kasus terus melandai dan tidak ada laporan kasus baru, akhirnya penyekatan dihentikan,’’ pungkasnya. (*)
Berbagai Sumber | Editor : Lutfiyu Handi