20 April 2025

Get In Touch

Terkait Pembunuhan Brigadir J, Putri Minta Dibebaskan

Putri Candrawathi, saat sidang dengan agenda pembacaan pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Putri Candrawathi, saat sidang dengan agenda pembacaan pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (25/1/2023).

JAKARTA (Lenteratoday)-Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, Putri Candrawathi, menjalani sidang dengan agenda pembacaan pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (25/1/2023). Pengacara meminta Putri Candrawathi dibebaskan dalam perkara pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Serta dipulihkan nama baik dan martabatnya.

"[Memohon Majelis Hakim] memerintahkan Penuntut Umum untuk mengeluarkan Terdakwa Putri Candrawathi dari Rumah Tahanan Kejaksaan Agung Republik Indonesia Cabang Salemba," kata kuasa hukum Putri, Arman Hanis.

"Memulihkan nama baik dan hak Terdakwa Putri Candrawathi dalam kemampuan, kedudukan harkat dan martabatnya seperti semula," tambahnya.

Arman juga meminta Majelis Hakim menyatakan Putri Candrawathi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana atau tindak pidana pembunuhan secara bersama-sama sebagaimana dimaksud dalam dakwaan primer: Pasal 340 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP dan Dakwaan subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

"Membebaskan Terdakwa Putri Candrawathi dari segala dakwaan, atau setidak-tidaknya dinyatakan lepas dari segala tuntutan," kata Hanis.

Tak hanya itu, kuasa hukum Putri juga meminta kepada Majelis Hakim untuk memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (Jaksa) untuk pencabutan garis polisi atau police line di rumah Dinas Ferdy Sambo yang terletak di Jalan Duren Tiga No. 46, Jakarta Selatan.

"Memerintahkan Penuntut Umum agar mengembalikan mengembalikan barang barang milik Terdakwa dan keluarga terdakwa," kata Arman.

Dalam kesimpulan pembelaannya, tim kuasa hukum Putri Candrawathi menilai tuntutan jaksa terhadapnya hanya asumsi dan tuduhan. Adapun keterangan di persidangan pun hanya disampaikan oleh saksi tunggal, yakni Eliezer.

"Beberapa tuduhan pokok dari Penuntut Umum yang sebagian besar dibangun dengan dasar asumsi tanpa bukti, hanya didasarkan satu keterangan saksi Richard Eliezer yang berdiri sendiri dan tidak berkesesuaian dengan alat bukti sah lainnya, dan beberapa tuduhan dibangun dengan memanipulasi peristiwa yang terjadi seolah-olah peristiwa tersebut merupakan bagian dari peran Terdakwa terlibat dalam perencanaan pembunuhan," terang pihak kuasa hukum Putri.

Pada bagian nota pembelaan, tim kuasa hukum mengutip pepatah bahwa 'Lebih baik membebaskan 1000 (seribu) orang bersalah dari pada menghukum 1 (satu) orang yang tidak bersalah'.

Sebab, berdasarkan alat bukti yang muncul di persidangan, tim kuasa hukum meyakini Putri Candrawathi tidak melakukan perbuatan seperti yang dituduhkan Penuntut Umum.

"Oleh karena itu, kami yakin dan percaya bahwa Yang Mulia Majelis Hakim akan menjatuhkan putusan yang adil dan benar berdasarkan fakta hukum dan keyakinannya," kata pengacara.

Selain itu, pengacara menegaskan bahwa Putri Candrawathi ialah korban kekerasan seksual yang sedang mencari keadilan.

"Akhir kata kami titipkan hidup dan masa depan Terdakwa Putri Candrawathi sebagai perempuan korban kekerasan seksual yang sedang berjuang mencari keadilan (justitiabelen) kepada Yang Mulia Majelis Hakim sebagai wakil Tuhan di dunia. Semoga Majelis Hakim dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya kepada Terdakwa demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa," pungkas pengacara.

Pada sidang sebelumnya, jaksa telah menuntut Putri Candrawathi 8 tahun penjara. Jaksa meyakini Putri terlibat dan mengetahui pembunuhan berencana Brigadir Yosua. Ia disebut turut terlibat dalam pembunuhan berencana itu dan diyakini secara sah dan terbukti melanggar Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.(*)

Reporter: dya,rls/ Editor: widyawati

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.