
JAKARTA (Lenteratoday) - Porses hukum tragedi Kanjuruhan belum membuat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD puas. Salah satunya adalah terkait dengan hasil autopsi korban.
Pernyataan itu disampaikan Mahfud MD saat menerima kunjungan perwakilan para keluarga korban yang didampingi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di kantornya pada Jumat (6/1/2023).
“Saya masih belum puas, sangat tidak puas dengan hasil yang sekarang, tetapi itu yang terus kita kawal,” kata Mahfud MD dikutip dari akun YouTube resmi Kemenkopolhukam.
Mahfud Md, yang juga merangkap Ketua Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan, mengatakan ia memahami aspirasi dan ungkapan para korban. Ia mengatakan terus memantau perkembangan penyidikan sekaligus akan kembali memberikan arahan agar pengusutan masalah ini secara sungguh-sungguh dilakuka profesional dan berkeadilan.
Dalam pertemuan itu, LPSK membawa lima orang perwakilan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan. Kepada Mahfud, dua orang tua korban yang anaknya meninggal dalam tragedi itu, Devi Atok dan Chalifatul Nur, menyampaikan mereka belum mendapatkan keadilan atas hilangnya nyawa putra dan putri mereka. Hal yang sama disampaikan oleh pendamping korban dan kuasa hukum.
Mereka berharap agar Mahfud Md dapat mendorong para penyidik untuk mengusut tragedi ini secara profesional dan bertanggung jawab agar kasusnya bisa diungkap dengan tuntas, sebagaimana yang diminta oleh Presiden Jokowi.
Tragedi Kanjuruhan terjadi selepas tuntasnya laga klasik antara Arema FC kontra Persebaya Surabaya yang berakhir dengan skor 2-3. Saat itu, sejumlah Aremania, sebutan untuk suporter Arema FC, memasuki lapangan dan direspon dengan pelontaran gas air mata oleh petugas pengamanan.
Tak hanya ke lapangan, gas air mata juga dilepaskan ke arah tribun yang membuat ribuan penonton kocar-kacir. Alhasil, para penonton berdesakan menuju pintu keluar sehingga jatuhnya korban jiwa. Tercatat 135 nyawa terenggut dalam insiden ini.
Hingga saat ini, polisi telah menetapkan enam orang tersangka dalam Tragedi Kanjuruhan. Mereka adalah Direktur Utama LIB Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Arema Malang Abdul Haris, dan Security Officer Steward Suko Sutrisno. Ketiganya disangkakan melanggar ketentuan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 dan/atau Pasal 103 ayat (1) juncto Pasal 52 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Tiga tersangka lainnya dari unsur kepolisian, yakni Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, dan Komandan Kompi (Danki) Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman. Mereka melanggar ketentuan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Proses penyidikan di polisi itu tak memuaskan keluarga korban. Pasalnya, mereka menilai masih ada sejumlah orang yang seharusnya bertanggung jawab dalam Tragedi Kanjuruhan namun masih belum terjerat secara hukum. Hal tersebut senada dengan hasil rekomendasi dari Komnas HAM yang juga menyatakan hal itu. Selain itu, mereka juga menilai polisi terlalu lembek dalam menerapkan pasal-pasal untuk menjerat para tersangka. (*)
Sumber : tempo.co | Editor : Lutfiyu Handi