Investor Asing Mitra PG RMI di Blitar Ragu, Jika Masalah Infrastruktur Tidak Diperbaiki

BLITAR (Lenteratoday) -Dari hasil refleksi Pabrik Gula (PG) PT Rejoso Manis Indo (RMI) Tahun 2022, masih adanya kendala infrastruktur yang mengakibatkan inefisiensi dan keraguan investor asing sebagai mitra untuk pengembangan investasi baru di Indonesia.
Hal ini disampaikan Public And Government Relation Manager PT RMI, Putut Hindaruji, Senin (2/1/2023) dalam refleksi 2022 bahwa latar belakang ketertarikan dan optimisme Manajemen PT RMI merealisasikan penanaman modal di Kabupaten Blitar, atas dorongan dan komitmen dari Pemkab Blitar untuk meningkatkan kelas dan kualitas jalan serta jembatan sepanjang 12 km menuju lokasi saat pabrik sudah terbangun.
"Selain itu, di lokasi pabrik yang terletak di Desa Rejoso, Kecamatan Binangun, Kabupaten Blitar juga terdeteksi potensi besar atas sumber daya alam dan budidaya tebu serta belum adanya pabrik gula di Kabupaten Blitar," tutur Putut, Senin(2/1/2023).
Putut menjelaskan termasuk adanya penetapan Kawasan Selingkar Wilis dan Jalur Lintas Selatan (JLS) sebagai salah satu kawasan percepatan ekonomi di Jawa Timur, sebagaimana ditetapkan oleh Presiden dalam Peraturan Presiden No 80 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi. Menjadi salah satu pertimbangan PT RMI dalam mengembangkan pabrik gula ini, terlihat perkembangannya selama 4 tahun beroperasi animo petani tebu maupun non tebu untuk menanam dan mengembangkan budidaya tebu di Kabupaten Blitar meningkat signifikan.
"Kondisi ini ditunjukkan dengan meningkatnya areal tanam tebu dari sekitar 4.000 hektar pada 2019, meningkat menjadi sekitar 8.000 hektar pada 2021. Demikian juga jumlah petani pemasok tebu ke PG RMI, terus meningkatan dari tahun 2019 hanya 300 petani, tahun 2022 ini terdapat 1.266 petani yang menjadi mitra PT RMI," jelasnya.
Diungkapkan Putut keberadaan PG RMI telah memberikan dampak positif terhadap perkembangan ekonomi dan sosial, baik langsung maupun tidak langsung dan penyerapan tenaga kerja terus meningkat. Namun, dampak ekonomi ini terjadi pada kondisi kapasitas produksi belum optimal yaitu hanya 65 persen dari kapasitas terpasang.
"Kondisi tersebut disebabkan dukungan infrastruktur yang tidak memadai, yaitu kondisi jalan yang masih berada di kelas III dan jembatan kelas B. Sehingga tidak mampu menopang laju pertumbuhan ekonomi dan transportasi yang berkembang pesat, sejak dibangunnya pabrik PT RMI terutama di kawasan wilayah pabrik dan sekitarnya," ungkap Putut.
Tidak optimalnya penggunaan kapasitas produksi ini ditandaskan Putut menyebabkan terjadinya Inefisiensi produksi dan operasional, baik yang dialami pabrik maupun mitra petani pemasok tebu. Dimana kapasitas giling maksimal 10.000 Ton Tebu/Hari, sulit dicapai dan menimbulkan ketidakpastian usaha dan biaya tinggi baik dari aspek teknis maupun sosial.
"Sehingga dalam jangka panjang, apabila masalah infrastruktur jalan dan jembatan tersebut tidak segera ditingkatkan kelas maupun kualitasnya. Bisa menimbulkan keraguan bagi mitra asing PT RMI yaitu Mitr Phol Group Pabrik Gula asal Thailand, untuk melanjutkan kerja sama dan rencana untuk pengembangan investasi baru di Indonesia," tandasnya.
Sehingga yang sangat dibutuhkan PG RMI di Blitar untuk menyelamatkan keberlangsungan investasi yang sudah ada saat ini, serta mendukung potensi pengembangan investasi baru yaitu memberikan prioritas percepatan peningkatan status kelas dan perbaikan kualitas jalan serta jembatan beber Putut.
Bukan tanpa alasan PT RMI menyampaikan kendala ini, karena dalam merintis pabrik gula baru, PT RMI melibatkan investor asing sebagai mitra usahanya. Sehingga statusnya terdaftar sebagai Perusahaan Modal Asing (PMA), dengan menggandeng Mitr Phol Group Pabrik Gula asal Thailand terbesar nomor 1 di Asia dan Nomor 5 di dunia. "Keberhasilan PT RMI menggandeng Mitr Phol sebagai mitra merupakan salah satu langkah strategis, dalam mendukung kebijakan pemerintah percepatan alih teknologi peningkatan produksi dan produktivitas tebu dan gula serta penguatan daya saingnya baik ditingkat on farm maupun of farm," terang Putut.
Selain kendala inefisiensi dan infrastruktur, Putut memaparkan beberapa keberhasilan PG RMI diantaranya selama 161 hari proses giling pada 2022 ini, berhasil mencapai target penggilingan tebu 1,2 juta ton tebu. Jumlah ini melebihi target awal yang telah ditentukan pada awal tahun 2022, sebanyak 1,1 juta ton tebu. Pada tahun 2022, Jawa Timur menduduki peringkat pertama dalam daerah penyumbang produksi gula nasional sebesar 49,55% dengan total produksi gula sebanyak 1.192.034 Ton.
Selanjutnya mengenai Coorporate Social Responsibility (CSR) sebagai bentuk tanggungjawab sosial perusahaan, berbagai kegiatan CSR yang dilakukan PG RMI juga terus meningkat dari tahun 2019 hingga 2022. Bantuan CSR pun terus meningkat setiap tahunnya, pada 2022 ini CSR yang tersalurkan mencapai Rp. 831.525.708. Serta ditetapkannya PG RMI sebagai Objek Vital Nasional oleh Kementrian Perindustrian RI pada Agustus 2022 lalu, penetapan ini menambah keyakinan untuk terus meningkatkan produksi gula yang oleh undang-undangan telah ditetapkan sebagai barang kebutuhan pokok dan barang penting yang peningkatan produksinya wajib didorong oleh Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah.
"Kami berharap kehadiran PG RMI di Kabupaten Blitar diterima dan menjadi bagian dari identitas Blitar yang patut dibanggakan, saat ini 70 persen lebih dari pekerja PG RMI adalah warga Kabupaten dan Kota Blitar. Lebih dari itu, kehadiran dan operasional PG RMI juga telah memberikan efek ganda (multiplier effect) secara ekonomi bagi Blitar dan masyarakatnya secara langsung maupun tidak langsung," pungkasnya.
Reporter: arief sukaputra|Editor: Arifin BH