20 April 2025

Get In Touch

Sulap Sayur Gambas Jadi Spons Mandi, Pria Ini Raih Belasan Juta Rupiah per Bulan

Luthful Hakim saat mengemas spons organik bahan sayur gambas di rumahnya.(sutono)
Luthful Hakim saat mengemas spons organik bahan sayur gambas di rumahnya.(sutono)

JOMBANG (Lenteratoday) – Berawal dari coba-coba, pria di Jombang Jawa Timur ini membuat spons mandi organik dari bahan sayur gambas (loofa/lufa). Alhasil, Pria bernama Luthful Hakim (43) ini berhasil meraih omzet hingga belasan juta tiap bulan.

Luthful mengaku menekuni usaha kreatifnya itu bersama istri tercintanya, Siti Jamaliah, di kediamannya, Perumahan Denanyar Indah, Desa Denanyar, Jombang, Jawa Timur.

Dalam satu bulan, ia mampu menghasilkan 7 hingga 8 ribu pcs atau biji spons mandi. Ia menjualnya dengan harga antara Rp 8 ribu hingga Rp 12 ribu per spons, tergantung kualitas atau besar dan kecilnya.

Usaha yang ditekuni selama sekitar dua tahun itu, setidaknya mampu menghasilkan cuan Rp 12 hingga Rp 15 Juta per bulan. “Omzetnya rata-rata Rp 12 sampai Rp 15 juta dalam satu bulan. Alhamdulillah hasilnya bisa untuk membiayai kebutuhan keluarga,” ucap Luthful di rumahnya, Kamis (15/12/2022).

Luthful yang lulusan S-1 Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang ini menceritakan, usaha yang ditekuninya berawal keprihatinannya melihat banyaknya sampah tak terurai yang dihasilkan dari kamar mandi.

Banyak orang yang lebih senang menggunakan spons mandi berbahan plastik. Dari situ ia coba-coba berinovasi membuat spons berbahan alami dari sayur gambas. Ia lalu mengunggah di media sosial. Gayung pun bersambut, banyak orang berminat.

“Saya posting di medsos dan laku. Lalu saya kembangkan sampai sekarang ini,” ujarnya di sela aktivitas mengerjakan spons mandi dari sayur gambas.

Luthful mengungkapkan bahan baku yang digunakan adalah jenis gambas Taiwan. Sebab, ukurannya lebih besar dibanding gambas biasa. Kalau di Jawa Barat namanya oyong atau labu-labuan.

“Jadi selain untuk sayur, gambas juga bisa sebagai spons mandi, alat pencuci piring dan peralatan dapur lainnya,” katanya.

Proses mengubah sayur gambas jadi barang kerajinan bernilai ekonomi ini butuh ketelatenan dan kesabaran. Menurut Luthful, sayur gambas yang ia beli dari petani diproses lagi hingga beberapa hari. “Prosesnya memakan waktu sekitar delapan hari,” jelasnya.

Secara rinci, Luthful pun membeberkan bagaiman membuat spons berbahan gambas Taiwan itu. Menurutnya, prosesnya diawali merendam gambas di dalam ember yang diisi air.

Setelah itu gambas dikeluarkan dari rendaman air, lalu dikupas dengan cara dikepruk atau dipukul menggunakan sebatang kayu berukuran sekitar 1 meter.

“Setelah terkupas, isinya ini direndam lagi di dalam ember selama sekitar tiga hari dan ditutupi karung,” ujar Luthful, pemilik usaha yang diberima nama ‘Omah Loofa’ ini.

Usai proses ini, gambar dipindah lagi ke dalam drum. Pemindahan itu bertujuan agar getah dan dagingnya hilang. Ketika sudah menyisakan serat, loofa kemudian dijemur hingga kering.

“Jika sudah benar-benar kering, baru kita kemas untuk dikirim kepada pemesan,” ujar ayah tiga anak ini.

Menurut Luthful pemesan tidak hanya dari Jombang, tapi juga datang dari luar daerah, bahkan hingga luar pulau. Mulai Sidoarjo, Surabaya, Kediri, Magelang hingga Jakarta. Sedangkan luar pulau sampai Kalimantan hingga Bali.

“Saya pasarkan terutama lewat online, meskipun ada pula yang bertemu langsung dengan pembeli,” ujar

Selain ramah lingkungan, kata Luthful, spons dari bahan baku gambas itu diklaim lebih cepat untuk membersihkan daki di tubuh. Juga lebih cepat mengangkat sel kulit mati.

Sedangkan kegunaan lainnya, bisa untuk perangkat mencuci piring dan peralatan dapur lainnya. “Piring tidak berbau amis ketika dicuci dengan menggunakan spons gambas,” kata pria asal Lengkong, Kabupaten Nganjuk ini.

Kini usahanya tergolong sukses dan permintaan semakin tinggi. Itu sebab, guna lebih menjamin ketersediaan bahan baku sekaligus mencukupi stok di pasar, Luthful membangun kemitraan dengan petani gambas di Kecamatan Lengkong Kabupaten Nganjuk dan Wonosalam Kabupaten Jombang.

Luthful mengaku, awalnya bahan baku dibeli di pasar. Namun, seiring kian banyaknya permintaan, dia kewalahan mencari bahan baku di pasar.

"Jalan keluarnya kami manjalin kemitraan dengan petani. Saat ini sudah ada lahan empat hektare. Sehingga tidak lagi kebingungan masalah bahan baku," tuturnya.

Hanya saja, kendalanya saat ini adalah soal cuaca. Karena musim hujan, pengeringan spons gambas membutuhkan waktu lebih lama. "Saya sedang memikirkan untuk mencari jalan keluar memecahkan masalah ini. Mungkin perlu mengadakan peralatan pengering," pungkasnya. (*)

Reporter: Sutono/Gatot Sunarko | Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.