
TULUNGAGUNG (Lenteratoday) - Eksekusi kawasan pertokoan Belga oleh Pengadilan Negeri Tulungagung berdampak pada perekonomian beberapa warga, termasuk karyawan toko. Karena itu, Pemerintah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, menyiapkan program pelatihan khusus untuk karyawan toko yang kehilangan pekerjaan, Rabu (14/12/2022).
"Ini situasi yang rumit karena kami juga tidak bisa memaksa pengusaha untuk memberikan pesangon ataupun bantuan kepada karyawan yang diliburkan," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Tulungagung, Agus Santoso, menanggapi rencana eksekusi tersebut di Tulungagung, dilansir dari antarajatim, Selasa (13/12/2022).
Lebih lanjut dia mengatakan Pemkab Tulungagung akan tetap mengupayakan solusi dan jalan tengah terkait masalah tersebut. Antara lain adalah mempersiapkan program jaring pengaman sosial untuk para buruh atau karyawan toko yang terpaksa diliburkan sampai batas waktu yang tidak pasti.
Diantaranya dengan memberikan program pelatihan tertentu sesuai minat dan bakat yang dimiliki. Kemudian, sudah mendapat atau memiliki bekal ketrampilan cukup, mereka selanjutnya bisa diberi bantuan alat ataupun modal kerja untuk berwiraswasta mandiri.
"Kami bakal menghadap Bupati untuk menyodorkan solusi bagi karyawan yang berhenti kerja," ujarnya.
"Saya mencari aturan penyelesaian itu tidak menemukan, karena ini bukan kasus yang merupakan salah satu pihak,” Sambung Agus.
Rencana eksekusi terhadap kawasan tersebut sesuai putusan kasasi Mahkamah Agung pada 21 September 2021 dengan Nomor Registrasi 2205K/Pdt/2021, dimana 36 penyewa ruko diwajibkan membayar utang sewa ruko sebesar Rp22 miliar.
Pemkab Tulungagung juga sudah memasukkan permohonan eksekusi ruko tersebut sejak Maret 2022. Kasus perdata ini mencuat setelah pihak penyewa yang seharusnya melakukan perpanjangan sewa pada akhir 2014, tidak memenuhi kewajiban.
Penyewa berniat memperpanjang lagi sewa hingga 20 tahun ke depan, namun ditolak oleh Pemerintah Kabupaten Tulungagung lantaran berisiko hilangnya aset daerah. Pemerintah Kabupaten Tulungagung lalu menawarkan opsi pembaruan sewa tiap lima tahun sekali, namun penyewa menolak dan mengajukan tuntutan perdata ke pengadilan. (*)
Sumber : antarajatim.com | Editor : Lutfiyu Handi