20 April 2025

Get In Touch

Sabun Kebersihan dan Santun Kepedulian

Sabun Kebersihan dan Santun Kepedulian

Gus Adhim

Pimpinan Ponpes SPMAA Sumatera Selatan

Siangsepulang saya turun dari kebun, seorang bapak mencegat di beranda rumah.“Tolong anak saya Gus,” sapanya dengan muka mengiba.

Selanjutnyaia terbata menceritakan puterinya yang sedang berada di asrama pesantren pusatkami. Kabar yang baru saja ia dengar, puterinya didiagnosa menderita tumorotak. Pak Han, begitu saya biasa menyapanya, tetiba histeris menangis. Di depansaya, ia menahan sedu sedan sambil melanjutkan curhatan.

Sekitartiga bulan sebelumnya, berturut-turut ia mendapatkan ujian duka. Motorsatu-satunya yang ia punya untuk bekerja, dimaling orang. Berikutnya satu bulanberselang, Pak Han kecelakaan motor akibat menghindari pejalan kaki yang ngawur menyeberang. Tulang lengan PakHan patah, persis di bagian tengah. Karena tak punya akses pembiayaankesehatan, ia hanya pergi ke dukun urut yang masih sefamili untuk diterapi.

Sebagaipekebun dusun yang hanya mengandalkan hasil panen tahunan, beban ujian initentu sangat berat terasa baginya. Apalagi sejak motornya dicuri, ia belummampu beli alat transportasi lagi untuk pergi kerja ke kebunnya ini. Ditambahbeban psikis karena sejak kejadian kecelakaan, Pak Han berdiam bedrest di ranjangperawatan. Istrinya mengambil alih peran tanggungjawab pekerjaan harian.

Makabegitu mendengar kabar puterinya lumayan mengkhawatirkan, Pak Han sangatkebingungan. Antara putus asa, panik ingin berjumpa puterinya, tak tahu harusberbuat apa, berpikir mencari biaya kemana, dan kepada siapa perlu mengadu.

Saatmenghadapi situasi seperti ini, saya berharap bisa menolong sekuat sumber dayayang saya punya. Kebetulan istri dan dua kakak saya berprofesi sebagai tenagamedis kesehatan yang mengabdi bekerja di pos klinik pesantren.

Sayaminta istri dengan arahan kakak untuk konsultansi kepada kolega dan kenalanjejaring dokter spesialis di Jawa. Meski tak bisa menjamin kesembuhan, tetapisaya mensugesti yakin Pak Han, bahwa persoalan sakit puterinya, insyaAllah adayang mau membantu.

Sebelumbertemu Pak Han siang  itu, sekitarseminggu lalu, seorang kerabat dekat meminta alamat. Saya tanya untuk apa, iadiam saja. “Tunggu saja, ada kejutan seru dari saya,” katanya via WA. Seharijelang puasa Ramadhan, saya dapat notifikasi kiriman paketan. Begitu sayaperiksa nama pengirimnya, ternyata dari kerabat tadi. Isi paketnya sabunbatangan beraneka motif warna, rupa ukiran dan tulisan.

Sayamenduga, kiriman paket sabunnya ke saya dimaksudkan sebagai produk perkenalan.Mungkin juga saya dimintainya dukungan pelarisan plus jadi brother endorser sabun mandi kecantikan produksi rumahan. Setidaknyaia berhasil mengejutkan saya dengan paket kirimannya.

MbakHen, pengirim paket ini, rupanya ganti profesi. Ia yang semula mapan bekerja diperusahaan asuransi, banting setir jadi pembuat sabun mandi. Sejujurnya sayaterkejut tapi sekaligus bangga dan salut. Pilihannya berwirausaha swastasetelah resign dari pekerja negara,terasa istimewa di tengah kesulitan pencarian maisyah rejeki saat ini.

PakHan dan Mbak Hen, dalam sepekan secara kebetulan, bersamaan mengirimi saya duaperistiwa sebagai refleksi bulan suci.

Pertama,sebagai pimpinan lembaga pendidikan, saya diingatkan Tuhan tentangtanggungjawab kemanusiaan sekaligus pembuktian amalan dari apa yang selama inisaya pelajari bersama santri. Terutama ketika ada ardzalun duafa seperti Pak Hanyang datang membutuhkan pertolongan. Apakah saya arif aktif responsifsegera menanganinya? ataukah cukup mendelegasikan kepada staf bawahan yang tupokkompetensinya relevan? dengan alasan saya direpoti kesibukan yang antriberkepentingan?

Sayaingat kemudian ujaran Abi Bapak Guru Muchtar. “Jangan pernah mengabaikan danmengecewakan orang yang minta bantuan pertolongan,” kata Abi Muchtar berpesan.Saya bisa saja cuci tangan dari persoalan puteri Pak Han dengan dalihpemakluman. Toh puterinya sudah cukup dibeasiswai mondok plus sekolah utuh. Semuakebutuhan hidupnya telah dan sedang ditanggung pesantren selama 3 tahun penuh.Tapi dalih keengganan menolong ini tentu menyalahi prinsip ajaran Abi.

Kedua,sebagai pendamping santrisaya merasaseperti dibasuhi sabun cuci Mbak Hen dengan kiriman yang ia kejutkan. Walauaslinya, sabun ini berguna untuk perawatan kencantikan, namun buat saya itubermakna sentilan. Di tengah wabah yang membuat orang paranoid ini, banyakpihak tersengat sakit egosentri. Terutama para pemuka. Termasuk cendekia agama.Dampaknya luar binasa. Masyarakat berkeadaan kebingungan melihat pejabat danaparat umat saling berlawanan menabrakkan arahan pernyataan.

Sabunbatangan kiriman Mbak Hen seperti memberi kultum santiaji jelang berbuka petang,

“Gusingat pesan Abi. Layani umat ini dengan sebersih-bersihnya hati. Gunakan sabun wangiini untuk mencuci ruangan ruhani dari orientasi spekulan duniawi. Jangan cuci tangandari tangisan persoalan wali santri seperti Pak Han. Sebab ia adalah pembuktianamanah kepemimpinan. Oia satu lagi, tak usah peduli dengan egosentri politisiyang senang kemaruk curang. Cukup doa Alfatihah-Yasinkan keinsyafan merekasebagai wujud kepedulian kita berbangsa.”

~ make soap not war ~

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.