22 April 2025

Get In Touch

Tiga Korban Tragedi Kanjuruhan Masih Jalani Perawatan di RSSA, 1 Diantaranya Kritis

dr. Syaifullah Asmaragani Sp.OT (K), ditemui saat melakukan sesi konferensi pers terkait meninggalnya Farzah Dwi Kurniawan sekaligus menambah daftar korban meninggal dunia atas Tragedi Kanjuruhan.
dr. Syaifullah Asmaragani Sp.OT (K), ditemui saat melakukan sesi konferensi pers terkait meninggalnya Farzah Dwi Kurniawan sekaligus menambah daftar korban meninggal dunia atas Tragedi Kanjuruhan.

MALANG (Lenteratoday) – Korban tragedi berdarah di Stadion Kanjuruhan masih ada yang harus menjalani perawatan di Rumah Sakit(RS).Total ada 3 orang yang dirawat di RSUD Saiful Anwar (RSSA) Malang. Salah satu diantaranya dikonfirmasi dalam kondisi kritis dan ditempatkan di ICU RSSA usai menjalani pembedahan di rongga dada.

“Dari 3 itu ada 1 yang di ICU dan itu kebetulan mengalami infeksi di rongga dada. Hari ini menjalani pembedahan untuk membersihkan rongga dada dari infeksi,” ungkap dr. Syaifullah Asmaragani Sp.OT (K) ditemui dalam acara konferensi pers bersama awak media terkait dengan perkembangan pasien korban Tragedi Kanjuruhan yang masih di rawat di RSSA, Senin (24/10/2022). Untuk diketahui, secara total sudah ada 135 korban meninggal dal tragedi ini.

Kemudian, dr. Syaifullah juga menyebutkan masih ada 1 pasien anak yang dirawat akibat mengalami cidera pada kulit paha dan telah dilakukan tindakan pembedahan debridement.

“Selanjutnya kita akan melakukan tindakan tandur alih kulit, namun kami masih memastikan bahwa tidak ada infeksi,” paparnya.

dr. Syaifullah lebih lanjut menyatakan alasan mengapa pihaknya harus benar-benar memastikan kondisi pasien untuk terbebas dari infeksi. Sebab kebanyakan pasien korban Kanjuruhan mengalami hipoksia sehingga dapat mempengaruhi imunitas tubuh pasien.

Namun meskipun hipoksia tidak memungkinkan pasien untuk dilakukan pembedahan, sambung Syaifullah, kondisi pasien ICU yang harus menjalani pembedahan hari ini dikatakan sangat berbahaya. Sehingga mau tidak mau tim dokter RSSA harus melakukan tindakan operasi demi keselamatan pasien.

“Sementara itu yang kami operasi ini kondisinya memang membahayakan, sehingga mau tidak mau harus segera kita lakukan,” serunya.

Disisi lain, kabar yang cukup melegakan datang dari 1 pasien lagi. Dikatakan oleh Syaifullah bahwa 1 dari 3 pasien tersebut saat ini telah dalam keadaan yang baik dan kemungkinan dapat dipulangkan hari ini.

“Satu lagi di ruang rawat inap biasa. Pasien ini cukup lama karena yang bersangkutan mengalami stress psikologis. Tapi semoga hari ini sudah bisa dipulangkan karena kondisinya sudah membaik,” jelasnya.

Di lain hal, ketika disinggung mengenai penyebab utama dari banyaknya pasien yang mengalami kekurangan oksigen atau hipoksia. dr. Syaifullah mengaku bahwa penyebab utama adalah karena berdesakan. Namun, pihaknya tidak menampik apabila gas air mata menjadi salah satu kontribusi adanya hipoksia.

“Memang gas air mata itu salah satu kontribusi adanya hipoksia pada pasien tragedi Kanjuruhan. Namun kalau kita mengingat tragedi Mina (1990) tanpa adanya gas air mata dalam peristiwa itu, namun karena berhimpitan dan berdesakanlah yang menjadi faktor utama kondisi kekurangan oksigen,” imbuhnya.

Diakhir, untuk lebih mengetahui penyebab utama kebanyakan pasien yang tidak selamat, dr. Syaifullah menyampaikan bahwa saat ini pihaknya sedang melakukan identifikasi melalui serangkaian laporan kasus.

“Saat ini kami sedang melakukan case series istilahnya. Jadi semua data pasien yang masuk dan dirawat itu parameter laboratorium semuanya kami telaah. Namun untuk saat ini kami masih belum bisa menyampaikan sebab masih memakan waktunyang cukup lama untuk penelitiannya,” tandasnya.

Sementara, korban meninggal yang ke-135 adalah Farzah Dwi Kurniawan, mahasiswa UMM jurusan Teknik Sipil yang menghembuskan nafas terakhirnya pada Minggu (23/10/2022) malam, setelah berjuang menjalani perawatan intensif di ICU RSSA selama total 23 hari.

“Memang pada awal yang bersangkutan dibawa ke RSSA, kondisinya menurun karena hipoksia, kemudian dari hasil swab tersebut dinyatakan positif covid. Tapi yang jelas meninggalnya bukan karena covid. Namun karena trauma yang cukup signifikan sehingga almarhum mengalami penurunan kesadaran dan beberapa kasus lain,” ujar dr. Syaifullah.

Keterangan lebih detail kemudian diungkap oleh dr. Akbar Sidiq, Sp.An, selaku dokter anastesi ICU RSSA yang merawat (alm.) Farzah selama 23 hari di ICU. Dokter Akbar mengatakan pada awal almarhum dirujuk ke RSSA telah dalam keadaan kritis sehingga dilakukan swab PCR, yang merupakan suatu prosedur yang diterapkan kepada seluruh pasien rawat inap ICU.

“Farza datang dengan kondisi kritis, kemudian kami melakukan perawatan semaksimal mungkin. Karena kita perlu melakukan perawatan secara intensif, jadi kami lakukan swab untuk semua pasien termasuk saudara Farzah Dwi Kurniawan. Memang kebetulan Farzah ini hasil swabnya positif jadi kami tempatkan di ruang untuk infeksi,” jelas dr. Akbar.

Selama perawatan, dikatakannya bahwa (alm) Farzah menunjukkan kondisi trauma multiple, baik di kepala, di paru-paru, dan tempat yang lain seperti perut. Perawatan juga telah dilakukan seoptimal mungkin menggunakam ventilator. Namun, sambung dr. Akbar, kondisi Farzah yang sempat membaik kemudian cenderung tidak stabil hingga akhirnya dinyatakan meninggal dunia.

“Perawatan dilakukan dengan pemasangan ventilator selama hampir 2 minggu. Kondisi memang sempat mengalami perbaikan, namun karena kondisi pasien yang kritis sehingga cenderung naik turun. Kemudian terjadi perburukan hingga kami nyatakan meninggal pada kemarin malam,” paparnya.

dr. Akbar sekali lagi menekankan meskipun telah dilakukan 2 kali PCR dengan hasil positif kepada Farzah, namun penyebab kematian bukanlah Covid19 melainkan kondisi pasien yang diberatkan oleh trauma multiple. (*)

Reporter: Santi Wahyu | Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.