
SURABAYA (Lenteratoday) – Komisi B DPRD Provinsi Jawa Timur meminta pada pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pertanian untuk mencabut surat edaran (SE) tentang larangan pengiriman produk sapi dari daerah yang terkena penyakit mulut dan kuku (PMK) ke daerah lain. Selain karena kasus PMK sudah menurun drastis, SE itu juga dinilai merugikan para peternak sapi perah.
Anggota Komisi B DPRD Jatim, Daniel Rohi, mengatakan bahwa salah satu yang dirugikan atas masih diberlakukannya SE itu adalah para peternak sapi perah di Jatim, khususnya di Batu. Pasalnya, para peternak sapi perah di Batu tidak bisa mengirimkan produk susu segar mereka ke Bali. Padahal jumlah permintaan susu di Bali cukup besar, antara 10.000 hingga 15.000 liter per minggunya.
Kondisi ini diketahui Daniel saat menggelar reses di kawasan Batu beberapa hari yang lalu. Dia mengatakan bahwa mendapat aspirasi dari para peternak sapi perah di sana yang mengatakan sebelum pandemi selalu mengirim susu ke Bali yang mencapai 10.000 sampai 15.000 liter per minggu.
“Selama PMK ini semua dihentikan, ada surat edaran (SE) Kementerian mengatakan bahwa daerah yang terkena PMK dilarang mengirim hasil produk murni, kalau mau mengirim maka mengirim produk olahan, karena row material tidak boleh ke daerah lain dan Bali sangat sensitive soal itu,” tandasnya saat ditemui di DPRD Jatim, Jumat (21/10/2022).
Politisi dari PDI Perjuangan ini mengatakan, saat PMK masih merebak, para peternak sapi perah di Bagu itu sangat mentaati SE tersebut. Selain itu, memang produksi susu mereka juga menurun dan tidak bisa kirim. Namun, saat ini kondisi sudah dinilai normal, bahkan Jawa Timur telah menerima penghargaan dari pemerintah pusat sebagai provinsi terbaik dalam penanganan PMK.
“PMK kita sudah berangsur-angsur pulih dan normal, dan saya cek kemarin ke teman-teman peternak produksi susu mereka sudah 98%, artinya sudah mendekati normal. Persoalannya, SE, surat edaran Menteri belum dicabut. Sehingga mereka minta segera dicabut karena untuk memenuhi permintaan Bali, dan ini sangat bagus,” paparnya.
Selama ini, permintaan susu ke Bali memang dalam bentuk susu murni, bukan susu olahan. Sebab susu tersebut digunakan sebagai bahan baku keju. Sedangkan, jika hanya mengandalkan bahan susu segar dari Bali sendiri, jelas tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut.
Terkait dengan masih berlakunya SE Kementerian Pertanian tersebut, Daniel telah berkoordinasi dengan Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur. Kepala Dinas Peternakan pun langsung sigap dan berjanji untuk mengirim surat ke Kementrian, termasuk ke ke Satgas Covid serta balai karantina untuk mencabut SE tersebut.
“Kementerian Pertanian tapi di Dirjen peternakan dan juga ini di karantina hewan yang mengawasi keluar masuk hewan serta produk dari hewan,” sambung Daniel.
Daniel menyampaikan, permintaan pencabutan SE Kementerian Pertanian ini juga sebagai upaya menolong para peternak yang selama ini mungkin kesulitan keuangan sebab penyerapan produk mereka terhambat. Ketika produk mereka bisa diserap pasar kan berarti ada uang masuk, artinya ekonomi dalam ekosistem usaha mereka sudah mulai bergeliat.
“Saya kira kan sudah kita sudah sukes (Penanganan PMK), sudah norma. Pemerintah harus tanggap, adaptif dengan kondisi yang baru,” tandasnya. (*)
Reporter : Lutfi | Editor : Lutfiyu Handi