
MALANG (Lenteratoday) – Tahun 2011 menjadi momen Wiwik Niarti untuk mengembangkan usaha batik dengan menjadikan ikon dan ciri khas Malang di setiap desain karyanya. Batik Blimbing Malang sebelumnya merupakan program dari pemerintah untuk memberdayakan anggota PKK Kelurahan Blimbing pada tahun 2009. Namun ketika itu, baru setahun berjalan, program tersebut mendapat banyak kendala hingga akhirnya berhenti dan ditinggalkan satu persatu oleh anggota PKK kelurahan Blimbing .
“Disini Bu Wiwik mempunyai tekad bahwa di Kota Malang ini masih belum ada pengrajin batik yang mengangkat budaya dan ciri khas Kota Malang. Akhirnya kami bisa dibilang secara nekat menjadikan usaha batik ini sebagai usaha mandiri dan sudah lepas dari PKK. Tapi supaya kami juga tidak lupa dengan sejarahnya, maka kami menggunakan nama batik Blimbing,” ujar Aulya Rismawati, putri kandung Wiwik Niarti sang pemilik Batik Blimbing Malang, saat ditemui di kediamannya sekaligus sebagai tempat produksi Batik Blimbing Malang, Jumat (7/10/2022).
Aulya yang saat ini menjadi pengelola Batik Blimbing Malang mengatakan, desain batik Blimbing cenderung pada batik dekoratif kontemporer. Pihaknya mengangkat ikon budaya dan ciri khas Malang yakni Topeng Malang sebagai brandingnya, sehingga menjadi pembeda dengan batik dari daerah lainnya.
“Desain kami memang lebih ke modern jadi kita tidak mengambil desain klasik. Nama desainnya adalah dekoratif kontemporer. Nah kita punya visi misi untuk mengenalkan budaya batiknya. Untuk brandingnya, kita memang ambil Topeng Malang yang kita desain sedemikian rupa agar menjadi brand pembeda Batik Blimbing Malang,” ungkapnya.

Kemudian untuk pengembangan desain lainnya, Ima, sapaan akrab Aulya Rismawati tersebut mengaku lebih banyak mengambil ikon kota Malang diantaranya yakni Kampung Warna-warni hingga bangunan bersejarah di Kota Malang. Ada pula tempat ibadah di kota Malang seperti Masjid Jami, Klenteng, Gereja Ijen, kemudian Candi dan Tugu Malang.
“Yang jelas kita pasti mengangkat apa yang kita punya di Malang ini. Budayanya, ciri khasnya, semua yang menjadi daya tariknya,” jelas Ima.
Dhaniswara Silamukti, dilanjutkan oleh Ima, merupakan salah satu nama desain pada kain produksinya. Dijelaskannya, Dhaniswara melambangkan pemimpin yang masyhur dan bijaksana. Sedangkan Silamukti diambil dari pancasila sebagai dasar negara.
“Ini namanya Dhaniswara Silamukti, kami tetap tonjolkan Topeng Malang, kemudian kalau diperhatikan ini adalah lambang Pancasila sebagai dasar negara, ada bintang, ada padi dan kapas, rantai, kepala banteng, dan pohon bringin,” ungkap Ima sambil menunjukkan kain batik bermotif Dhaniswara Silamukti.
Selanjutnya, Ibu dari 3 anak tersebut menjelaskan terkait proses produksi Batik Blimbing Malang. Mulai dari proses pembuatan desain hingga proses akhir yakni pelorotan, atau tahap perebusan kain untuk menghilangkan sisa-sisa malam (plastisin) pada kain.
“Pertama kita membuat desain dulu, kemudian membuat pola pada kain, lanjut ke proses pencantingan. Dari situ kita ke proses pewarnaan atau celup, kemudian proses nembok atau menutup sebagian yang sudah diwarna dengan menggunakan malam. Kemudian pewarnaan kedua, dan yang terakhir yaitu pelorotan yang direbus kainnya untuk menghilangkan malamnya,” paparnya.

Ketika disinggung apakah cuaca berdampak pada proses produksi, Ima mengaku cuaca sangat berpengaruh pada proses pewarnaan. Untuk mengakali hal tersebut, Ima mengatasinya dengan penggunaan bahan pewarna lain.
“Kalau minim cuaca cerah, kita biasa mengakali dengan menggunakan bahan pewarna lain, selama itu bukan produk pesanan. Karena kalau pesanan kita harus terus berkomunikasi dengan konsumen terkait apa saja kendalanya. Karena misalnya kalau seragam kan harus sama semua, kendalanya pasti kita sampaikan ke konsumen,” terangnya.
Produktivitas untuk batik tulis dalam satu bulan yaitu 5 lembar kain dengan ukuran 2 meter hinga 2,5 meter.“Karena memang proses batis tulis itu lama. Tapi kalau untuk batik cap itu bisa sampai 50 lembar dalam satu bulan,” cetusnya.
Lebih lanjut, sebagai pengelola Batik Blimbing Malang, dikatakan oleh Ima bahwa usaha Batik khas Malang miliknya tersebut saat ini telah menggunakan bantuan alat modern seperti canting listrik. Alat tersebut dirasanya sangat membantu proses produksi terlebih apabila ada karyawan baru yang kurang bisa mengoperasikan canting tradisional.
“Kalau pakai canting tradisional itu saya harus mentraining orang baru dulu, kemudian iya kalau cantingannya bagus, kalau kurang kan bisa berimbas ke nilai jual. Jadi dengan adanya canting listrik ini sangat membantu proses produksi,” ungkapnya.
Harga yang dibanderol untuk satu kain batik cap dimulai dari Rp 175ribu. Sedangkan untuk batik tulisnya sendiri dipatok mulai harga Rp 500 ribu dan batik tulis premium seharga Rp 1.800.000 dengan ukuran kain bervariasi.“Selain dalam bentuk kain, selendang, kami juga menyediakan baju. Kalau baju, kami menjual mulai harga Rp 450 ribu ,” imbuhnya.
Di lain sisi, menurut Ima usaha yang resmi digeluti di tahun 2011 tersebut tentu pernah menghadapi beberapa kendala, apalagi dirinya dan sang Ibu bukanlah orang yang memiliki latar belakang pengusaha atau pembatik. “Kalau kendala ada internal dan eksternal. Eksternal itu berhubungan dengan cuaca yang nanti mempengaruhi proses produksi. Kalau internal, kami saat ini sedang belajar dalam manajemen digital marketing, ini yang jadi sedikit kendala. Tapi meskipun begitu, pemasaran online terus kita lakukan sambil tetap belajar,” tandasnya.
Berkat adanya kerja keras dan ketekunan, disebutkannya bahwa saat ini pemasaran Batik Blimbing Malang telah menyentuh pasar Internasional seperti Amerika, Inggris, dan negara negara di Asia Tenggara, diantaranya yakni Singapura, Malaysia dan Thailand.
Dirinya juga telah banyak bekerjasama dengan berbagai pihak untuk mengembangkan usahanya, contohnya dengan Pemerintah Kota Malang dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Dengan berbagai kanal penjualan tersebut, dalam waktu satu bulan, pihaknya dapat meraup omzet bersih sekitar Rp 10 juta hingga Rp 15 juta.
“Saat ini, usaha Batik Blimbing Malang telah mempunyai 8 karyawan tetap yang berdomisili di Kota Malang dan juga menerima mahasiswa magang serta pelatihan untuk membuat batik. Kami juga sedang melakukan renovasi untuk tempat galeri di sini nanti,” pungkasnya.
Kedepannya, Ima berharap agar usaha Batik Blimbing Malang dapat terus berkembang dan semakin banyak dikenal oleh semua kalangan masyarakat. “Harapannya bisa digunakan, dipakai, dan semakin go Internasional seperti batik daerah lain yang sudah memiliki nama besar di Indonesia dan juga di mata Global,” tutupnya.(ADV)

Reporter: Santi Wahyu | Editor:Widyawati