20 April 2025

Get In Touch

Mahfud MD Beber Kasus Korupsi di Papua

Mahfud MD, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI
Mahfud MD, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI

MALANG (Lenteratoday) – Kasus korupsi Gubernur Papua, Lukas Enembe, memicu amarah publik. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahdud MD membeber kasus tersebut dalam Orasi Kebangsaan di Unisma, Jum’at (23/9/2022).

Menurutnya, di era Lukas Enembe pemerintah telah memberikan anggaran sebesar lebih dari Rp 500 triliun, namun kenyataannya kemiskinan di Papua belum juga teratasi. Begitu juga yang terjadi sejak tahun 2001 yakni selama adanya misi Operasi Khusus (Opsus), total dana yang dikeluarkan pemerintah pusat sebanyak Rp 1.007 triliun.

“Yang luar biasa di Papua itu, dana yang dikeluarkan oleh pemerintah selama Misi Operasi Khusus (Opsus) sebanyak Rp1.007 triliun, dan tidak jadi apa-apa, rakyatnya tetap miskin. Marah lah kita, Negara menurunkan uang, rakyatnya tetap miskin, ini sejak 2001. Di era Lukas Enembe pemerintah mengeluarkan lebih dari 500 triliun lebih dan tetap tidak terjadi perubahan signifikan, rakyat tetap miskin, pejabat foya-foya,” jelas Mahfud MD.

Mahfud melanjutkan bahwasannya pengembangan infrastruktur seperti pembangunan dan perbaikan jalan merupakan murni anggaran dari pemerintah pusat dan bukan dari pemerintah daerah Papua.

“Selama ini, infrastruktur perbaikan jalan itu dilakukan oleh PUPR, yang artinya pemerintah pusat langsung turun. Jadi bukan anggaran dari pemerintah daerah Papua. Dana opsus itu banyak yang dikorupsi,” terangnya.

Lebih lanjut, disebutkannya perbandingan anggaran bantuan untuk pengembangan daerah yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah Papua dengan Pemerintah daerah lain. Dari sini, Mahfud menekankan bahwa korupsi di Papua harus diberhentikan dan tidak boleh main-main.

“Kalau diperhatikan, perbandingan anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk jatah per kepala guna pembangunan Papua itu sangat besar. Rp 14,7 juta per penduduk, untuk Papua Barat itu Rp 10,2 juta per kepala penduduk. Di Kalimantan Timur itu hanya Rp 4,9 juta, Aceh Rp 6,9 juta. Jadi Papua itu negara sudah menurunkan banyak sekali, tapi rakyatnya ya gitu-gitu saja (tetap berada dalam ekonomi yang rendah). Maka kita harus ambil korupsinya, jangan main-main, ini penegakan hukum,” tandasnya.

Sebelumnya, Mahfud menegaskan bahwa kasus korupsi yang dilakukan oleh Lukas Enembe merupakan kasus hukum dan bukan kasus politik. KPK sebelumnya telah menangkap Lukap dengan dugaan telah menerima gratifikasi sebesar Rp 1 milyar rupiah dan hal tersebut dijadikan sebagai bukti awal.

“Dia ini dilaporkan atas dasar pelanggaran Undang undang dan aspirasi rakyat Papua. Kemudian ditetapkan KPK sebagai tersangka dengan dugaan awal penerimaan gratifikasi sebesar Rp 1 milyar. Semua bukti termasuk orang yang melakukan transfer dan diberikan dalam bentuk apa, itu sudah ditemukan,” jelasnya.

Dalam penyelidikan yang dilakukan oleh KPK tersebutlah kemudian Mahfud mengatakan telah ditemukan bahwa tersangka Lukas tersebut mendapat banyak dugaan.

“Ternyata Rp 1 milyar ini dijadikan sebagai bukti awal, dugaan kasus korupsinya ada banyak sekali. Rp 566 milyar rupiah, kemudian Rp 71 milyar kontan yang sekarang kita tahan dan diblokir,” ungkap Mahfud.

Sementara itu, disinggung mengenai Pemerintah Papua yang mendapatkan penghargaan dari menteri keuangan karena WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dalam pengelolaan keuangan sebanyak 7 kali. Mahfud menilai bahwa selama ini banyak terdapat kantor yang pejabatnya melakukan korupsi namun masih menerima penghargaan WTP.

“Karena WTP itu bukan menjamin perilaku korupsi. WTP hanyalah kesesuaian transaksi yang dimasukkan dalam laporan keuangan daerah. Nah data yang tidak dimasukkan dalam laporan keuangan ini kan beda,” pungkasnya.

Diakhir, sesuai apa yang dituturkan oleh Menteri Polhukam tersebut, potensi pejabat daerah atau instansi untuk melakukan korupsi meskipun telah menerima penghargaan WTP disebabkan oleh 3 hal. Pertama yakni adanya transaksi yang sengaja tidak ditransaksikan, kemudian adanya kick back atau imbalan dalam transaksi yang dilakukan oleh pejabat, dan tekahir yakni adanya PDDT (Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu) dan inilah yang banyak sekali terjadi di Papua. (*)

Reporter: Santi Wahyu | Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.