
SURABAYA (Lenteratoday) – Di HUT koperasi ke-75 ini, nama koperasi masih saja ternodai dengan koperasi yang beroperasi tidak sesuai dengan izin yang diberikan. Koperasi tersebut memberikan kredit dengan bunga cukup tinggi dan mencekik masyarakat atau yang lebih dikenal dengan bank titil.
Anggota Komisi B DPRD Jatim, Daniel Rohi, menandaskan seharusnya pemerintah melakukan pengawasan dan penertiban terhadap koperasi yang bertindak sebagai bank titil. Atau, lanjutnya, untuk mengurangi keberadaan bank titil maka koperasi yang ada harus meniru system yang digunakan bank titil dalam memberikan pelayanan prima.
“Kalau ingin sukses memerangi bank titil maka koperasi harus punya cara kerja seperti bank titil. Bunganya tidak mencekik dan tidak berbelit belit dalam pelayanan. Intinya di pelayanan prima. Kalau bermain di micro finance maka harus bisa mengalahkan bank titil dan pinjol,” katanya.
Lebih lanjut, Daniel mengatakan seharusnya pemerintah bisa melakukan upaya bagaimana koperasi memberikan dampak positif dan tidak hanya simpan pinjam uang. Bahkan, ada koperasi simpan pinjam dan ujung ujungnya nasabah tidak bisa mengklaim uangnya. Kemudian juga pinjaman yang berbunga besar seperti bank titil.
“Bank titil ini masih banyak sekali di masyarakat, maka diperlukan pengawasan dan pengaduan masyarakat. Jika ada pengaduan maka bisa dilakukan tindakan dan ditutup izinnya. Pengawasan juga harus proaktif dan jemput bola. Kalau ada indikasi merugikan masyarakat maka dikasih peringatan dan dicabut izin,” tandasnya.
Namun di satu sisi, keberadaan bank titil ini juga oleh sebagian orang dianggap mampu membantu bagi mereka yang memerluka nuang secara cepat. Bank titil ini langsung proaktif dengan persyaratan yang tidak ribet hingga akhirnya dilakukan pencairan pinjaman.
“Nah, seharusnya koperasi yang lain itu jika ingin besar maka bisa melakukan sistemnya bank titil ini. Dengan adanya pelayanan prima, pengurusan pinjaman mudah tidak berbelit-belit tapi bunganya tidak sebesar bunga bank titil sehingga tidan mencekik masyarakat. Aku yakin koperasi seperti ini akan besar,” tandas politisi partai PDI Perjuangan ini.
Kemudian, Daniel juga memandang perlu adanya klaster koperasi. Mana koperasi kecil dan besar, kemudian juga diketahui koperasi yang tidak berkembang dan berkembang. Ketika ditemukan koperasi yang ‘la yamutu wala yahya’ maka lebih baik cabut dari pada malah menjadi beban yang lainnya.
Dengan adanya klaster koperasi ini maka pemerintah bisa melakukan intervensi dengan batuan modal, manajeman, dan pemasaran. “Sedangkan koperasi yang sudah besar dan finansial besar kita apresiasi dan mendorong terus supaya berkembang, seperti koperasi susu, peternakan di Sidogiri yang punya pesantren dan kita dorong sebagai penggerak ekonomi,” tandasnya.
Kemudian, lanjut Politisi yang juga sebagai dewan pakar Dekopim Jatim ini juga, Koperasi juga harus mampu mentransformasi di dunia digital dan memanfaatkan platform digital tidak lagi konfensional. Baik dari aspek teknologi, pengembangan sumber daya manusia, dan aspek manajerialnya sehingga koperasi tumbuh menjadi soko guruning ekonomi. (*)
Reporter : Lutfi | Editor : Lutfiyu Handi