
KEDIRI (Lenteratoday) - Meski belum ada laporan dan sudah berdamai, Polres Kediri Kota berjanji mengusut kasus dugaan pencabulan 8 siswi di salah satu sekolah dasar (SD) di Kota Kediri. Kapolres Kediri Kota, AKBP Wahyudi, menegaskan pihaknya kini sedang menyelidiki kabar pencabulan itu.
"Kami masih melakukan penyelidikan terkait berita tersebut, karena memang hingga saat ini tidak ada pihak keluarga korban yang melapor kepada Polres Kediri Kota, meski demikian kami tetap melakukan penyelidikan terkait hal ini," ujar Wahyudi kepada awak media, Selasa (20/7/2022).
Oknum guru yang diduga melakukan pelecehan seksual kepada muridnya itu saat ini dalam pemeriksaan Inspektorat Kota Kediri. Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Kediri, Siswanto menyebut, oknum guru terduga pelaku sudah dinonaktifkan dan menyerahkan sepenuhnya kasus itu kepada Inspektorat.
Lebih lanjut, Siswanto mengatakan memang korban tidak melaporkan kasus pencabulan ini ke polisi. Sebab antara Disdik dengan orangtua korban telah terjadi kesepakatan damai. "Setelah kejadian itu keluarga korban saya panggil, keluarga datang di sini, salah satu permintaannya guru itu harus dipindah, ya saya turuti. Sudah saya pindah dan keluarga tidak ingin meneruskan ke ranah hukum dengan alasan masa depan anak," jelasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Inspektorat Kota Kediri, Wahyu Kusuma Wardani tidak banyak memberikan keterangan ketika ditemui awak media. “Ini masih pemeriksaan,” ujarnya, ketika dihubungi, Rabu (20/7/2022).
Informasi yang dihimpun menyebutkan, dugaan pencabulan itu dilakukan oleh terduga pelaku dengan mengajak siswi korban ke dalam sebuah ruangan. Awalnya oknum guru berinisial IM (57) tersebut mengajak siswi berbincang biasa. Namun selanjutnya malah meraba-raba bagian tubuh siswi tersebut, korban mencapai 8 anak.
Aksi itu terbongkar ketika salah satu korban yang merasa tidak terima dan akhirnya berteriak. Hal itu akhirnya menjadi perbincangan di kalangan wali murid, hingga salah satu wali murid yang tidak terima melapor ke Disdik Kota Kediri.
Beberapa siswi yang menjadi korban akhirnya berani angkat suara setelah adanya aduan. Namun, orangtua korban memilih untuk diam dan menutup rapat-rapat kasus ini dengan alasan tidak ingin anaknya berurusan dengan penegak hukum dan dipanggil sebagai saksi oleh polisi sehingga mengakibatkan trauma.
Sementara itu, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Jatim menyoroti kasus yang sudah berdamai tersebut. Kepala Bidang Data dan Informasi LPAI Jatim, Isa Anshori, mengakui bahwa cara penyelesaian kasus semacam itu dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak memang sangat sering terjadi.
"Karena biasanya orang tua menganggap itu aib. Selain itu antara pelaku dengan orangtua korban sudah saling mengenal dan pelaku biasanya dalam tanda kutip 'dihormati'," ujarnya, Rabu (20/7/2022).
Menurit Isa Anshori mewakili LPAI Jatim kembali mengingatkan bahwa kasus kekerasan seksual yang korbannya adalah anak-anak bukan merupakan delik aduan. Artinya, bila pun orang tua korban tidak melaporkan kasus itu, polisi seharusnya tetap pro aktif.
"Terlepas ada permaafan dari orang tua atau tidak, ini kan bukan delik aduan. Karena bukan delik aduan, polisi seharusnya bisa melakukan upaya supaya tidak muncul korban baru lagi," ujarnya.
Tidak hanya karena alasan sudah ada permintaan dari orang tua agar kasus ini tidak diteruskan, Pihak Dinas Pendidikan Kota Kediri tidak memperpanjang masalah ini dengan alasan terduga pelaku akan memasuki masa pensiun.
Siswanto selaku Kadispendik Kota Kediri mengatakan, kasus ini telah ditangani Inspektorat. Selain itu terduga pelaku sendiri dalam waktu 3 tahun lagi akan mengakhiri masa tugasnya.
Mengenai tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak yang bukan merupakan delik aduan, Undang-Undang 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) secara terang menyebutkan hal itu.
Di dalam salah satu pasalnya, tindakan pelecehan seksual baik fisik maupun nonfisik terhadap anak dan disabilitas harus segera ditangani meski tidak ada laporan yang masuk ke pihak berwajib. Karena kasus dengan korban anak dan disablitas dikecualikan dari kasus yang terkategori delik aduan.
Hal itu sebagaimana disebutkan di Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) UU TPKS yang berbunyi seperti di bawah ini.
(1) Pelecehan seksual nonfisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan pelecehan seksual fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan delik aduan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Korban Penyandang Disabilitas atau Anak.
Tidak hanya untuk pelecehan seksual secara fisik maupun nonfisik, bahkan untuk pelecehan seksual berbasis elektronik pengecualian delik aduan juga diterapkan bagi kasus yang korbannya adalah anak dan penyandang disabilitas. Seperti disebutkan pada pasal 14 ayat (3).
(3) Kekerasan seksual berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan delik aduan, kecuali Korban adalah Anak atau Penyandang Disabilitas. (*)
Reporter: Gatot Sunarko | Editor : Lutfiyu Handi