Pengukuran Tanah Tetap Dilakukan BPN, Warga Wadas Minta Aksi Represif Pemerintah Dihentikan

JAKARTA (Lenteratoday) – Warga Wadas telah menyatakan menolak keberadaan tambang andesit di kawasan Wadan Jawa Tengah. Sementara upaya mediasi yang dilakukan pemerintah belum menemukan titik temu. Namun Badan Pertanahan Negara (BPN) kembali melanjutkan pengukuran lahan untuk tambang batu andesit di lokasi pada Selasa (12/7) ini.
Hal itu diketahui warga menyusul dikeluarkannya surat dengan nomor AT.02.02/1535-33.06/VII/2022 perihal Pemberitahuan Pelaksanaan Inventarisasi dan Identifikasi (pengukuran tanah dan penghitungan tanam tumbuh) Pengadaan Tanah Desa Wadas tahap 2.
Salah seorang warga Wadas, SW menyebut surat itu diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo pada 6 Juli.
"Pada intinya rencana inventarisasi dan identifikasi tanah tahap 2 di Desa Wadas akan dilakukan mulai tanggal 12 Juli 2022 sampai tanggal 15 Juli 2022," kata SW dalam keterangan tertulis.
SW pun mengatakan dirinya dan warga Wadas lainnya tetap akan menolak seluruh proses pengadaan tanah untuk pertambangan di Desa Wadas. "Termasuk proses inventarisasi dan identifikasi tanah tahap 2," ujarnya.
SW bercerita sejauh ini warga Wadas sudah cukup menderita dengan adanya rencana pertambangan tersebut. Pada tanggal 23 April 2021, saat pemerintah akan melakukan sosialisasi pemasangan patok trase tanah, ratusan aparat kepolisian dikerahkan.
SW mengungkapkan akibat pengerahan aparat itu, puluhan warga Wadas mendapatkan tindak kekerasan hingga mengalami luka-luka. Belasan warga juga ditangkap.
"Termasuk anak-anak, perempuan, dan kuasa hukum warga, serta ibu-ibu dan anak-anak mengalami trauma," ucap dia.
Lalu, pada 8 Februari sampai 11 Februari 2022, pada saat inventarisasi dan identifikasi tanah tahap satu dilakukan, pemerintah juga mengerahkan ribuan polisi dari kesatuan Brimob.
"Ada juga ratusan orang berpakaian preman untuk mengepung dan menduduki Desa Wadas," ujarnya.
Akibatnya, puluhan warga mengalami luka-luka dan 67 orang ditangkap secara sewenang-wenang. Termasuk kuasa hukum warga dari LBH Yogyakarta.
"Selama beberapa hari warga tidak berani keluar rumah, sebagian mengungsi, serta mayoritas warga, utamanya perempuan dan anak-anak sampai saat ini masih mengalami trauma mendalam," lanjut dia.
Ia menyebut hampir setiap hari warga mendapatkan intimidasi dan teror dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab agar bersedia melepaskan tanahnya. Tidak jarang juga warga diancam dan ditakut-takuti akan dikriminalisasi apabila terus menolak pertambangan.
Terkait itu, pihaknya pun meminta agar Presiden Joko Widodo, Gubernur Jawa Tengah, Bupati Purworejo, Menteri PUPR, Menteri ATR BPN, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS-SO) selaku pemrakarsa menghentikan pengukuran tanah tahap dua.
"Hentikan rencana Inventarisasi dan Identifikasi tanah tahap dua di Desa Wadas," katanya.
Desakan serupa juga ditujukan kepada Kepala Kantor Pertanahan Purworejo selaku pelaksana inventarisasi dan identifikasi tanah tahap dua, Panglima TNI, Kapolri, Kapolda Jawa Tengah, serta Kapolres Purworejo.
Ia meminta agar cara-cara represif dan intimidatif dalam proses penyelesaian konflik di Desa Wadas dihentikan.
Sumber : CNN | Editor : Endang Pergiwati