Mantan Presiden ACT Penuhi Panggilan Bareskrim, Pengacara Pupun: Pemeriksaan Sebatas Legalitas Yayasan

JAKARTA (Lenteratoday) – Terkait dugaan penyelewengan dana ACT, Bareskrim Polri telah menjadwalkan pemanggilan terhadap mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin hari ini. Ahyudin pun telah datang memenuhi panggilan tersebut, namun masuk melalui pintu yang berbeda dengan pengacaranya, Teuku Pupun Zulkifli.
Teuku Pupun mengatakan, Ahyudin telah memenuhi panggilan Bareskrim. "Baru masuk, dengan saya, cuma kita beda pintu. (Ahyudin) masuk lewat depan," katanya di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (11/7/2022).
Pupun juga mengatakan kliennya masih belum membawa dokumen terkait keuangan ACT. Dia menyebut pemeriksaan masih terkait dengan legalitas yayasan ACT.
"Sementara ini kita belum (bawa dokumen keuangan), belum masuk ke arah sana. Masih seputar legalitas dengan ACT, tapi kita lihat perkembangan ke depan, kan masih ada beberapa tahapan ya," ujarnya.
Diketahui, Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawa menyarankan agar pihak ACT membawa dokumen terkait keuangan dan operasional. Dalam pemanggilan hari ini manajer operasional dan bagian keuangan ACT juga akan diperiksa.
Sementara itu, Bareskrim Polri saat ini terus menyelidiki adanya penggelapan dana bantuan yang melibatkan yayasan Aksi Cepat Tangggap (ACT). Terbaru, Polri menemukan adanya dugaan penggelapan dana bantuan bagi korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018.
"Bahwa pengurus yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dalam hal ini saudara Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus, dan pembina serta Ibnu Khajar selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana sosial/CSR dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi," kata Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Ahmad Ramdhan kepada wartawan, Sabtu (9/7).
Dalam tragedi kecelakaan Lion Air pada 2018, pihak maskapai memberikan dana kompensasi kepada ahli waris korban. Dana bantuan itu terdiri dari santunan tunai senilai Rp 2,06 miliar dan dana sosial atau CSR dengan jumlah serupa.
Hasil penyelidikan yang dilakukan jajaran kepolisian menemukan adanya dugaan penggelapan dana bantuan tersebut yang dilakukan oleh ACT. Pihak ACT disebut tidak pernah melibatkan ahli waris dalam penyusunan hingga penggunaan dana CSR yang disalurkan pihak Boeing.
"Pada pelaksanaan penyaluran dana sosial/CSR tersebut para ahli waris tidak diikutsertakan dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial/CSR tersebut dan pihak yayasan ACT tidak memberi tahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing serta penggunaan dana CSR tersebut," ujar Ramadhan.
Berbagai sumber | Editor : Endang Pergiwati