
Kediri - Kreatifitas pengusaha dibutuhkan di tengah pendemi Covid-19 seperti terjadi sekarang ini. Salah satu kiat cerdas itu seperti dilakukan perajin kain tenun di Kelurahan Bandar Kidul dan Banjar Melati, Kota Kediri.
Perajin yang menjadi binaan Pemkot Kediri melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian ini banting stir di saat ekonomi sulit akibat terdampak wabah Corona. Mereka yang biasa membuat kain tenun untuk baju, sepatu, scarf, dan tas beralih membuat masker berbahan kain tenun ikat yang kini banyak dibutuhkan masyarakat.
Empat penjahit tampak sibuk menjalankan mesin jahit di Rizki Tailor, salahsatu perajin di Desa Bandar Kidul, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. Semingguterakhir, mereka mendapatkan pesanan 8.000 lembar masker dari Pemkot Kedirisehingga harus mengejar target produksi. Sebetulnya, tak hanya 4 orang penjahityang membuat masker, ada 12 orang lainnya mengerjakan proyek ini di rumahmasing-masing. Sebelumnya mereka mulai sepi order, tapi kini bergerak kembali.
“Sudah tiga minggu ini orderan sepi. Malahyang sudah order pun belum diambil, jadinya ya belum dibayar. Untunglah adapesanan masker ini,” kata Samsul Hadi, salah satu penjahit di Rizki Taylor yangsudah 30 tahun menjadi penjahit.
Awalnya, Siti Ruqoyah, pengusaha tenunbermerek Medali Emas memutar otak untuk bisa tetap menggaji penenunnya. Ia cobamembuat beberapa lembar masker dari kain sisa. Kemudian, masker ini dilihatoleh Nur Muhyar, Plt. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan dibawa keWali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar.
Respon positif ditunjukkan Wali Kota Abu Bakaryang spontan memesan 8000 lembar masker tenun ikat kediri untuk dibagikan kewarga. Bukan hanya membagikan masker yang berguna untuk mencegah penyebaranVirus Corona, namun juga turut menggerakkan perekonomian yang sempat berhenti.
“Sudah tiga minggu ini tidak ada pembeli samasekali. Sementara saya tidak mungkin tidak menggaji penenun dan saya akan terusmempertahankan mereka untuk tetap berproduksi agar tetap bisa makan,” kataRuqoyah.
Ia mengaku pengeluaran untuk gaji penjahitnya minimalRp 20 juta/minggu. Jumlah itu biasanya bisa dipenuhi dengan hasil penjualan kaintenun. Namun ketika tak ada pembeli, ia terpaksa mengambil tabungan yang mulai menipis.
Dengan pesanan masker ini, membutuhkan 200lembar tenun ikat/hari, menjadikan bisnisnya kembali berputar. Tak hanyaRuqoyah, penenun lain pun bisa memasok tenunnya melalui KUB (Kelompok UsahaBersama) sehingga produksi masih terus berjalan.
Setelah Pemkot memesan, berbagai pesanan pundatang dari berbagai instansi dan jumlahnya ribuan. Selain para pembeli personal atau eceran. Ruqoyah mematok hargaRp 7.500,-/lembar bila membeli minimal 10 lembar dan Rp 8.000,-/lembar untukeceran.
“Harapan kita dengan kegiatan ini yang bisakita gerakkan bukan hanya ekonomi penenun, tetapi juga para tukang jahit dantoko-toko penyedia aksesorisnya seperti toko karet, benang, dan kain tlisir.Dengan demikian juga akan ada efek daya beli masyarakat yang tetap terjaga,”kata Nur Muhyar. (gos)