
SURABAYA (Lenteratoday) – Pendirian restorative justice (RJ) diharapkan memberikan keadilan pada masyarakat. Selain itu juga memberikan solusi hukum yang lebih cepat, mudah, dan murah.
“Sekarang kita mendapatkan harapan baru, ada ruang baru, ada kebijakan yang menurut saya ini sesuatu yang ditunggu-unggu oleh seluruh masyarakat di negeri ini, dan ini kebijakan yang out of the box,” kata Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, ketika menghadiri peresmian rumah restorative justice di Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Kamis (30/6/2022).
Hadirnya ‘Omah Rembug Adhiyaksa’ ini sebagai implementasi dari surat edaran (SE) Jaksa Agung RI. “Dalam posisi ini mencoba mencari selusi bagaimana hukum itu kemudian bisa dirasakan kehadirannya yang memberikan sokusi lebih cepat, lebih mudah, lebih murah, dan tentu lebih memberikan rasa keadilan,” lanjut Khofifah.
Dia juga mengapresiasi langkah Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim, Mia Amiati, yang dengan cepat membreakdown SE tersebut dengan mendirikan 184 rumah RJ. Gubernur Khofifah mengharapkan dengan adanya rumah RJ ini bisa memberian tambahan penguatan harapan masyarakat. Adanya RJ ini juga tidak berarti mengentengkan kasus pidana tapi tidak ada mens rea (niat jahat), itu penting sekali,” kata Khofifah.
Sebagai bentuk apresiasi terhadap respon cepat Kajati Jatim ini, Pemprov Jatim memberikan penghargaan berupa anugrah Jerbasuki Mawa Bea Emas.
Lebih lanjut dia berharap daerah-daerah di Jatim bisa komitmen untuk menyiapkan rumah restorative justice ‘omah rembuk adhyakya’ bisa diperluas dan diperbanyak sampai betul-betul sampai pada basis kampung/desa. Dengan demikian, layanan hukum ini akan lebih dekat dan lebih murah bisa diakses oleh masyarakat.
“Tapi jangan itu pertama tidak ada mens rea, dua bukan residifis, ketiga ancaman hukumannya di bawah lima tahun, keempat nilai dari kasus pidananya tidak melebihi Rp 2,5 juta dan seterusnya. Ini untuk bisa menjadi koridor-koridor bersama bahwa terobosan niat baik Pak Jaksa Agung yang dibreakdown ini adalah bagian dari equity before the law, dan bagaimana selalu Bu Kajati menyampaikan hukum itu jangan sampai ada kesan tajam ke bawah,” tegasnya.
Sementara itu, Kajati Jatim, Mia Amiati mengatakan bahwa restorative justice ini diharapkan akan menyebar ke daerah-daerah hingga sampai pada tingkat kecamatan, kelurahan/desa. RJ ini tidak hanya untuk pelaksanaan kegiatan mediasi, tetapi juga diantaranya adalah pendampingan kepada perangkat desa dalam penggunaan ADD yang betul.
“Banyak sekali kepala desa yang tidak memahami melaksanakan penerapan penggunaan anggaran dan penulisan laporan yang sesuai dengan ketentuan pertanggungjawabannya seperti apa. Mereka mencoba untuk bisa kami arahkan sesuai dengan tertib,” tandasnya.
Terkait dengan pendirian Rumah Restorative Justice di kampus, dia menandaskan bahwa hal ini seiring dengan visi misi fakultas hukum universitas Airlangga yang luar biasa. Nantinya mahasiswa bisa mempuyai laboratorium hukum yang ruang lingkungnya bisa dijadikan pelajaran, pembelajaran, dan penelitian tentang penerapan keadilan. Kemudian tidak menutup kekemungkinan mahasiswa juga ada masalah hukum yang dicarikan solusi di rumah RJ ini.
Kajati Jatim juga menyebutkan bahwa sampai saat ini pendirian rumah RJ di Jatim ini terbanyak di Indonesia. Sampai saat ini sudah ada 184 rumah RJ yang tersebar hingga ke tingkat kelurahan atau desa. Bahkan, rumah RJ ini akan dikembangkan lagi yaitu rumah RJ untuk kasus napza (Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya). (*)
Reporter : Lutfi | Editor : Lutfiyu Handi