
SURABAYA (Lenteratoday) - Prof. Mohammad Nuh, pakar pendidikan dan komunikasi yang juga Mantan Menteri Pendidikan, menyebut banyak kampus yang menderita stunting (kuntet).
Ungkapan tersebut bukan tanpa alasan, pasalnya dari 4.500 lebih perguruan tinggi di Indonesia, kebanyakan tidak mampu berkembang. Sebab, belum semua kampus tersebut memiliki kualitas yang baik dan pendaftar yang mencukupi.
Dalam rilis yang diterima Sabtu (11/6/2022), pernyataan Prof M Nuh ini disampaikan dalam Webinar Sevima yang dihadiri lebih dari 9.000 rektor dan dosen se-Indonesia pada Kamis (8/6/202) sore.
Dalam kesempatan itu, Prof M Nuh mengajak kampus untuk terus meningkatkan diri dan jumlah mahasiswa. Jangan sampai, kampus ‘hidup enggan mati pun tak mau’. Karena, masyarakat Indonesia yang butuh berkuliah jumlahnya juga tak sedikit.
"Ada tiga jenis kampus: Pertama, kampus yang baru didirikan langsung bertemu ajalnya. Kedua, kampus stunting yang hidup enggan mati tak mau. Ketiga, kampus yang berkembang. Tentu kita ingin kampus di Indonesia berkembang dan bisa mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan jadi kampus stunting, atau biasa orang jawa bilang kuntet. Karena Angka Partisipasi Kasar (jumlah anak Indonesia yang berkuliah) baru 30%, masih jutaan masyarakat belum berkesempatan kuliah!” ungkap Prof M Nuh.
Dia membeberkan tips agar kampus tidak kekurangan mahasiswa dan tidak stunting. Yang pertama adalah membangun image kampus agar kampus bisa tumbuh berkembang. “Dibutuhkan sebuah image atau citra yang bagus dari kampus tersebut. Karena tak jarang, ada kampus yang kualitasnya sangat baik, tapi belum diketahui masyarakat luas,” tandasnya
Dia juga menyebutkan, sebaliknya, ada pula kampus yang kualitasnya kurang baik tapi populer di masyarakat karena banyak melakukan pencitraan.
“Pencitraan itu baik. Namun pencitraan yang bagus harus disertai dengan substansi yang bagus pula. Hal ini juga berlaku bagi kampus, jadi antara pencitraan agar dikenal masyarakat, dan meningkatkan kualitas, harus seimbang,” jelas Prof M Nuh.
Kemudian, kampus juga harys memiliki keunikan, Prof M Nuh mencontohkan kepemimpinannya di Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya, yang juga memiliki kampus swasta bernama Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa).
Bahkan, pada Juni ini saja, kapasitas Unusa sudah terisi 40%. Padahal, kampus-kampus negeri yang berkualitas baik dan favorit di mata masyarakat, juga jumlahnya tak sedikit.
“Saya juga mengelola kampus swasta, yaitu di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya. Untuk berkompetisi, kampus dan mahasiswa tak harus menjadi yang terbaik di semua bidang. Tapi kampus Anda bisa memiliki spesialisasi di bidang tertentu. Kampus juga tidak perlu membeda-bedakan status negeri dan swadsta. Karena semua itu ada pasarnya masing-masing,” tambah Prof M Nuh.
Kemudian, dia juga meminta supaya kampus tidak berfokus pada banyaknya mahasiswa. Meski pun Banyaknya mahasiswa bisa jadi indikator kebesaran dan popularitas kampus.
Walaupun demikian, Prov JNuh berpesan agar kampus tidak berfokus pada mengejar kuantitas jumlah mahasiswa. Karena kuantitas jumlah, hanyalah salah satu indikator kualitas saja yaitu bersifat input base (masukan). Kampus juga bisa besar dan populer, jika kualitas lulusannya bagus dan berperan luas di masyarakat.
“Sehingga untuk mendapatkan hasil yang maksimal, Anda bisa menggunakan outcome base (orientasi luaran). Anda boleh mencari mahasiswa dalam jumlah banyak, namun perlu diingat bahwa meningkatkan kualitas juga diperlukan,” serunya.
Peningkatan kualitas lulusan ini juga tak bisa dilepaskan dari peran alumni sebagai juru kampanye terbaik. Semakin sukses alumni suatu kampus, maka semakin mudah kampus dikenal masyarakat dan mendapatkan calon mahasiswa yang berkualitas.
“Alumni adalah ambassador (duta kampus) di kampus Anda. The power of mouth (Kekuatan promosi dari mulut ke mulut) dan testimoni dari alumni akan membantu kampus Anda mendapatkan mahasiswa. Ini akan lebih baik dibanding dengan menggunakan baliho,” kata Prof Nuh.
Senada, Syarief Oebaidillah, Ketua Forum Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan (Fortadikbud) juga membagikan praktik pemberitaan agar kampus bisa viral dan masuk berita nasional yang dapat mendukung penerimaan mahasiswa baru (PMB) di kampus. Praktik-praktik tersebut diantaranya menjalin kerjasama dengan wartawan dan dapat menyebarkan informasi seperti beasiswa kuliah gratis, prestasi kampus, kolaborasi dengan Dunia Industri (DUDI) dan penemuan-penemuan baru kampus yang bisa menjadi branding bagus bagi kampus.
Pranatha, Product Manager Sevima, juga mengajak perguruan tinggi agar memberikan sebuah pelayanan terbaik kepada mahasiswa dan masyarakat, sehingga dapat membuat image yang positif bagi perguruan tinggi. Salah satu layanan tersebut adalah menyederhanakan administrasi pendaftaran mahasiswa dengan pelayanan One Day Service (ODS) (layanan satu hari).
Sistem Akademik berbasis awan (Siakadcloud) yang tersedia di internet, sudah memungkinkan kampus untuk menggelar seluruh administrasi pendaftaran mahasiswa hanya dalam waktu satu hari. Misalnya, pengisian formulir pendaftaran secara online, ujian masuk berbasis komputer, seleksi wawancara melalui video conference, hingga pengumuman secara online.
"Intinya, masyarakat dibuat semudah mungkin untuk memperoleh layanan dari kampus. Baik itu sistem akademik dan pendaftaran mahasiswa baru yang cepat, mudah, dan efisien,” pungkas Pranatha. (*)
Sumber : Sevima | Editor : Lutfiyu Handi